Kisah-kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Kisah-kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan
Ikhwanesia - Kisah-kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Momen perayaan kemerdekaan harus kita maknai dengan dalam. dan dengan mengenang perjuangan agar kita semakin cinta dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, siapa sangka dalam perjuangan kemerdekaan juga menyimpan "kisah-kisah unik", salah satunya Bung Tomo. Mari kita simak kisanya.

Senjata Makan Tuan
Kejadian ini dikisahkan sendirai oleh Bung Tomo didalam bukunya 10 November. Saat Itu Kota Surabaya menjadi panas dan bergejolak pasca kedatangan pasukan sekutu yang mencoba ingin mempermainkan kedaulatan Republik Indonesia. Tekad arek-arek Suroboyo sudah bulat untuk tetap mempertahankan Kemerdekaan. Rakyat biasa yang belum terlatih secara militer bahkan belum pernah memegang senjata menampakan semangat tempur sampai titik darah terakhir. Modal rakyat yang berjuang di medan tempur hanyalah keberanian dan spontanitas semata, sementara kemampuan bertempur dan strategi perang amat minim, maklum namanya juga tentara dadakan.

Kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Kisah-kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Keberanian dan spontanitas pasukan rakyat tanpa diiringi pengetahuan tersebut tidak jarang malah menimbulkan peristiwa yang dapat membahayakan nyawanya sendiri. Peristiwa itu terjadi ketika rakyat mengepung penjara koben yang dipergunakan untuk tempat perlindungan pasukan gurkha (tentara dari India yang diikutsertakan Inggris dalam pasukan Sekutu). Beberapa orang dari tentara rakyat melemparkan granat ke dalam gedung penjara tersebut tanpa mencabut terlebih dahulu kawat penguncinya. Ternyata sebagian pasukan rakyat belum mengerti cara mempergunakan granat. Mereka menyangka granat tangan itu akan meledak dengan sendirinya jika berbentur dengan tanah atau benda lain tanpa menarik platuknya. Bagi pasukan gurkha justru hal itu mengguntungkannya (ya iyalah dapat granat gratis). Mereka seakan mendapat durian runtuh saat melihat banyaknya granat yang masih 'orisinil' itu dilempar pasukan rakyat kearahnya. Yang terjadinya selanjutnya adalah malapetaka bagi pasukan rakyat. Pasukan gurkha lalu melempar balik granat-granat tersebut, dengan cara yang benar tentunya. Hasilnya, "Buuummmm.." granat itu meledak melukai pasukan rakyat. Pihak musuh pun telah berhasil mengirim kembali granat-granat itu kepada pengirimnya. Benar-benar senjata makan tuan.

Lho, Ko Saya Di Tahan?
Apa jadinya bila seorang pejuang ditahan oleh pejuang lainnya, pasti ada yang tidak beres. Kejadian tidak mengenakan itu pernah dialami Bung Tomo. Ditengah kesibukannya memobilisasi perjuangan rakyat melawan pasukan sekutu dan NICA, Bung Tomo malah ditahan dimarkas Pemuda Republik. Tak jelas apa perkara Bung Tomo hingga ia ditahan. Lebih lucunya lagi ternyata oarang-orang yang menahan Bumg Tomo juga tidak mengetahui apa alasannya menahan beliau. Perintah penahanan itu langsung dari Dr. Mustopo (Markas Besar Tentara). Sambil menunggu keterangan dari Markas Besar Tentara ihwal alasan penahanannya, Bung Tomo tampak gusar, cemas dan hanya pasrah. Hatinya mungkin saja bergumam " Apa salahku hingga para Pemuda Republik dan Markas Besar Tentara yang sama-sama berjuang mempertahankan kemerdekaan malah menahanku ? "

Akhirnya menjelang malam Hari baru ada kejelasan mengenai nasibnya. Ketika Pemuda Republik melaporkan penahanan Bung Tomo ke Markas Besar Tentara, seketika itupun Bung Tomo dibebaskan. Lalu apa yang membuat ia ditahan dan seketika dibebaskan? Ternyata ini semua hanyalah salah paham. Awal kejadian ini bermula ketika beberapa hari sebelumnya Dr. Mustopo dari Markas Besar Tentara memerintahkan Markas Pemuda Republik di Surabaya untuk "Melindungi" Bung Tomo dari kekuataan bersenjata (yang di maksud Dr. Mostop adalah Tentara Sekutu atau NICA tetapi mungkin Dr.Mustopo tidak mengatakan secara eksplisit didalam perintahnya). Namun, Pimpinan Pemuda Republik Indonesia nampaknya salah paham saat menerima perintah dari Dr.Mustopo. Kata "Perlindungan" ditafsirkan oleh para pemuda republik adalah penahanan. Merasa salah tangkap maka pimpinan Pemuda Republik meminta maaf dan kemudian mengajak Bung Tomo makan malam bersama di Markas Besar Tentara. Oaalaah piye toh..????

Berbohong Demi Perjuangan Rakyat
Siapa bilang bohong itu selalu buruk, disaat tidak ada cara lain maka berbohong untuk kebaikan apalagi kebaikan orang banyak tentu saja dimaklumi. Begitu juga mungkin yang ada di dalam benak Bung Tomo saat akan melucuti senjata dari seorang Kenpetai (Polisi Jepang). Saat itu memang para pemuda di Surabya sedang getol-getolnya melucuti dan merebut senjata dari para kenpetai meskipun belum ada perintah resmi dari pemerintah pusat maupun daerah. Dalam sebuah pelucutan terhadap kenpetai terjadi ketegangan. Ketegangan tersebut disebabkan kenpetai tersebut tidak mau menyerahkan senjatanya. Bung Tomo yang ada disitu harus memutar otak bagaimana caranya agar seorang Kenpetai ini mau menyerahkan senjatanya. Maka dengan memperkenalkan diri sebagai seorang wartawan domei (kantor berita terbesar Nippon) Bung Tomo menerangkan bahwa telah terjadi keputusan penyerahan kekuasaan oleh Panglima Tinggi Balatentara Dai di Jawa kepada Bung Karno. Pernyataan yang hanya isapan jempol tersebut dikarangkai dengan berbagai argumentasi Bung Tomo yang meyakinkan. Akhiranya kenpetai itu pun dengan sukarela melepaskan senjatanya. Dan para pemuda lain yang sebelumnya terlihat berwajah tegang kini tersenyum riang laksana anak kecil yang merndapat mainan baru. Horee berhasil Bung..

Ironi Seorang Pahlawan
Siapa tak kenal dengan Bung Tomo? heroisme perjuangannya sampai sekarang telah menorehkan catatan sejarah yang memberikan inspirasi bagi generasi selanjutnya. Konsistensi beliau dalam mempertahankan idealismenya tak pernal luntur oleh zaman, bagi Bung Tomo kebenaran harus dibela dan jangan pernah biarkan kesalahan berlalu didepan kita tanpa koreksi dan kritik. Pandangan ini pula yang membawa Bung Tomo harus merasakan hidup didalam penjara. Uniknya bukan Jepang atau Belanda yang memenjarakannya tetapi Rezim Orde Baru dibawah Suharto yang saat itu sedang menbangun hegemoni kekuasaannya. Kritikan-kritikan beliau terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan orde baru nampaknya membuat gerah penguasa. Sebagai konsekuensinya Bung tomo harus "menginap di hotel prodeo" pada tahun 1978 selama satu tahun.

Perlu waktu 27 Tahun bagi para penguasa bangsa ini sejak wafatnya Bung Tomo untuk memberikan gelar pahlawan kepadanya. Padahal Hari Pahlawan yang kita peringati setiap 10 November diperingati berdasarkan peristiwa Pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Dan kita semua tahu Bung Tomo adalah tokoh penting dalam peristiwa tersebut. Nampaknya Pesan Bung Karno "Jas Merah" (Jangan sekali-sekali melupakan sejarah) tidak di hiraukan lagi oleh para penguasa setelahnya.

Foto Bersejarah itu
Di foto itu Bung Tomo yang ceking terlihat gagah berpidato. Berseragam militer, tangan kanannya menunjuk ke atas. Kumisnya tipis, matanya tajam. Kepalanya dinaungi payung bergaris-garis dan corong bundar menghadang mulutnya. Namun siapa sangka, foto itu sebenarnya bukan diambil saat perang 10 November 1945, tetapi beberapa tahun setelahnya. Istri Bung Tomo, Sulistina, mengakui foto itu tidak dijepret di Surabaya. "Ituyang motret
IPPHOS, di lapangan Mojokerto. Waktu itu Bapak sedang berpidato. Nggak dibuat-buat, kok," tanya ujar Sulistina. Putra kedua Bung Tomo, Bambang Sulistomo, membenarkan ayahnya tidak sempat diabadikan pada perang 10 November karena perannya yang penting sehingga posisinya selalu dirahasiakan.

Lantas siapa yang memotret Si Bung sehingga foto hitam putih ini mampu bercerita banyak tentang kegagahan 10 November ? Surya mendatangi kantor IPPHOS Surabaya di Jl Urip Sumohardjo. IPPHOS kependekan dari Indonesia Press Photo Service, biro dokumentasi foto satu-satunya di zaman perang. Sayang, IPPHOS Surabaya tidak aktif lagi. Tidak ada orang yang bisa memberi keterangan tentang foto ini. Beruntung, ada sejumlah literatur terkait foto legendaris ini. Faktanya, selama periode terakhir 1945, ketika perang Surabaya berkecamuk, ternyata tidak ada satupun surat kabar yang memuat foto Bung Tomo berpayung ini. Foto itu pertama kali muncul dalam majalah dwi bahasa, Mandarin dan Indonesia, Nanjang Post, edisi
Februari 1947. Ada foto Bung Tomo dengan pose dahsyat ini. Dijelaskan dalam keterangan foto itu bahwa Bung Tomo sedang berpidato di lapangan Mojokerto dalam rangka mengumpulkan pakaian untuk korban Perang Surabaya.

Saat itu masih banyak warga Surabaya yang bertahan di pengungsian di Mojokerto dan jatuh miskin. Sementara Surabaya sedang diduduki Belanda. Sulistina hanya mengenal nama Mendur, wartawan foto IPPHOS yang mengambil gambar 'Bapak'. Lantas siapa Mendur? Nama lengkapnya Alexius Mendur (1907-1984), pendiri IPPHOS. Mendur adalah legenda fotografi era perang. Dialah yang mengabadikan hampir semua peristiwa bersejarah periode 1945-1949.

Kisah Unik Bung Tomo Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Dia satu-satunya fotografer yang memotret pembacaan proklamasi RI 17 Agustus 1945. Alex bukan orang asing bagi Bung Tomo. Mereka bersahabat sejak lama karena sama-sama wartawan. Di zaman Jepang, Bung Tomo adalah pemimpin redaksi kantor Berita Domei yang kelak menjadi Kantor Berita Antara di Surabaya.Sementara, Mendur tercatat sebagai kepala desk foto kantor berita Domei Jakarta. Alex Mendur dan saudara kembarnya, Frans Mendur, mendirikan IPPHOS pada 2 Oktober 1946 di Jakarta. Beberapa nama lain juga tercatat sebagai pendiri IPPHOS. Misalnya, JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda.

Hasil jepretan Mendur itu sudah berbicara banyak. Tanpa mendengar pidato Bung Tomo dan hanya melihat foto itu, orang sudah bisa membayangkan dengan jelas bagaimana situasi pada masa itu. Tak mengherankan kalau kemudian foto itu dianggap sebagai salah satu yang terbaik yang pernah dibuat di era perang kemerdekaan.

Share this