Beberapa  saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan.  Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat  penghapus, maka katakanlah “kapur!”. Dan permainan diulang kembali. Maka  pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk  mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak kikuk lagi.  Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada  murid-muridnya.
“Anak-anak,  begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq  itu haq, yang bathil itu bathil. Namun  kemudian, musuh-musuh ummat  Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu  menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar bagi  kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus-menerus  disosialisasikan dengan berbagai cara menarik oleh mereka, akhirnya  lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat  mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan  menukar nilai dan etika.”
“Keluar  berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi suatu yang pelik, zina tidak lagi  jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, seks sebelum  nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu  gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan, dan lain-lain. Semuanya sudah  terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya.  Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”.
“Baik  permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, ibu akan  meletakkannya di tengah karpet. Qur’an itu “dijaga’ sekelilingnya oleh  Ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.  Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di  tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa menginjak karpet?”  Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan  lain-lain, tetapi tidak ada yang berhasil.
Akhirnya  Sang guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil  Qur’an dan ditukarnya denga buku filsafat materialistisme. Ia memenuhi  syarat, tidak memijak karpet.”Murid-murid, begitulah ummat Islam dan  musuh-musuhnya. Musuh-musuh islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan  terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah.  Orang biasapun tidak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka.  Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir,  sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang  kuat, maka dibina pondasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin  kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar  rumah, tentu susah kalau fondasinya terlebih dahulu. Lebih mudah  hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu,  lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan...”
“Begitulah  musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam  terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai  dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun  kalian itu muslim, tetapi kalian telah meninggalkan syari’at Islam  sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”
‘Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka.
Sesungguhnya  dahulu mereka terang-terangan menyerang, misalnya Perang Salib, Perang  Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat  Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya  hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka  sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini,  dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang...”
* * *
Ini  semua adalah fenomena Ghazwul Fikri. Dan inilah yang dijalankan oleh  musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya :  “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang  Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang  kafir itu benci akan hal itu.” (QS. 9:32)
Musuh-musuh  Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak  aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius  itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan  elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.
Maka  tampak dari luar masih muslim, padahal internal dalam jiwa ummat,  khususnya generasi muda sesungguhnya sudah ibarat poteng (tapai  singkong, peuyeum). Maka rasakan dan pikirkanlah itu dan ingatlah bahwa  dunia ini hanya persinggahan sementara, ingatlah akan hari Pengadilan. 
Wallahu a’lamu bishshawab.