Foto : okezone
SURABAYA - Di balik bencana lumpur Lapindo, ternyata ada berkah yang dapat diambil. Pasalnya, pakar Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Dirmanto menemukan bahan baku baru pembuat semen.
Dirmanto menyatakan, lumpur yang keluar dari bekas lubang pengeboran Lapindo Brantas Inc. itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku semen (portland).
Awalnya, Dirmanto tertarik dengan industri rumahan yang dilakukan oleh warga sekitar Ngoro Jombang yang memanfaatkan lumpur Lapindo yang sudah mengering sebagai campuran pembuatan paving block. Kemudian, dia membuat riset kecil-kecilan yang dibantu oleh para mahasiswa dengan difasilitasi oleh Balai Teknik Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur.
“Dari hasil penelitian tersebut ditemukan jika paving block yang memakai bahan lumpur Lapindo yang sudah mengering ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan paving block dari tanah biasa,” ujar Dirman, begitu dia biasa disapa.
Tentu saja dalam pembuatan paving block tersebut masih tetap menggunakan semen. Sedangkan lumpur Lapindo itu hanya digunakan untuk menggantikan campuran tanah yang biasa dipakai.
Dalam penelitian tersebut, Dirman bereksperimen dengan mencampurkan lumpur Lapindo sekira 20-60 persen. Dari hasil eksperimen itu, dia mendapatkan hasil, paving block dengan 60 persen campuran lumpur Lapindo merupakan hasil yang terbaik.
“Hasilnya cukup bagus. Kekuatan tekannya bahkan bisa dua kali lebih kuat daripada paving block biasa,” ujarnya.
Tidak puas dengan eksperimen itu, Dirman kemudian membawa sampel lumpur Lapindo ke laboratoriumnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) ITS Surabaya untuk mengetahui kandungan lumpur Lapindo.
Hasilnya, kata Dirman, dalam lumpur Lapindo terkandung silika (SiO2) yang cukup bagus. Pasir silika ini adalah salah satu komponen utama dalam pembuatan semen. Seperti diketahui, untuk membuat semen dibutuhkan bahan baku kapur, pasir silika, dan zat aditif lainnya hingga tercipta semen.
Dari temuan ini, dia kemudian bereksperimen membuat semen dengan bahan baku lumpur Lapindo. Hasilnyapun cukup memuaskan. Dari hasil pencampuran bahan-bahan pembuat semen tadi seperti kapur, pasir silika dan zat aditif lainnya, hasilnya biasa disebut sebagai larnit yang berbentuk gumpalan-gumpalan. Untuk menjadi ukuran nano atau butiran-butiran yang halus, harus dipanaskan.
“Dari hasil eksperimen itu, larnit dari semen lumpur Lapindo mencapai 59 persen. Sedangkan semen (portland) komersial, kandungan larnitnya sebesar 61 persen. Namun, larnit dari lumpur Lapindo ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi dengan dipanaskan hingga 1.400 derajat. Sementara saat pengujian, kami hanya memanaskan hingga 120 derajat celcius,” ujarnya.
Penelitian ini sudah diadopsi oleh Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Mereka mengadopsi penelitian ini untuk memanfaatkan pasir limbah dan sisa-sisa tambang intan yang banyak di Kalimantan Selatan.
“Semen yang berbahan baku lumpur sisa tambang hasilnya cukup bagus untuk diterapkan di bangunan. Karena bisa menutup pori-pori beton lebih baik dibandingkan dengan semen biasa. Ini membuat besi beton tidak mudah korosi sehingga cocok diterapkan di lahan gambut seperti di Banjarmasin,” kata Dirmanto.
Meski skala uji laboratorium hasilnya sudah memuaskan, penggunaan lumpur Lapindo sebagai bahan baku semen itu belum bisa dimanfaatkan secara komersial. Karena harus ada penelitian lanjutan yang lebih serius untuk memanfaatkan lumpur Lapindo ini sebagai bahan baku semen.
“Harus ada penelitian lanjutan untuk bisa digunakan untuk skala industri. Karena treatmentnya akan berbeda dengan pembuatan semen biasa. Misalnya saja, sebelum digunakan lumpur Lapindo ini harus dicuci dari chlor (cl) karena jika tidak bersih, malah dapat menyebabkan korosi,” terang Dirman.
Dari hasil penelitian itu, minimal bisa menjadi entry point agar lumpur Lapindo bisa dimanfaatkan daripada dibuang percuma.
(rhs)
Dirmanto menyatakan, lumpur yang keluar dari bekas lubang pengeboran Lapindo Brantas Inc. itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku semen (portland).
Awalnya, Dirmanto tertarik dengan industri rumahan yang dilakukan oleh warga sekitar Ngoro Jombang yang memanfaatkan lumpur Lapindo yang sudah mengering sebagai campuran pembuatan paving block. Kemudian, dia membuat riset kecil-kecilan yang dibantu oleh para mahasiswa dengan difasilitasi oleh Balai Teknik Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur.
“Dari hasil penelitian tersebut ditemukan jika paving block yang memakai bahan lumpur Lapindo yang sudah mengering ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan paving block dari tanah biasa,” ujar Dirman, begitu dia biasa disapa.
Tentu saja dalam pembuatan paving block tersebut masih tetap menggunakan semen. Sedangkan lumpur Lapindo itu hanya digunakan untuk menggantikan campuran tanah yang biasa dipakai.
Dalam penelitian tersebut, Dirman bereksperimen dengan mencampurkan lumpur Lapindo sekira 20-60 persen. Dari hasil eksperimen itu, dia mendapatkan hasil, paving block dengan 60 persen campuran lumpur Lapindo merupakan hasil yang terbaik.
“Hasilnya cukup bagus. Kekuatan tekannya bahkan bisa dua kali lebih kuat daripada paving block biasa,” ujarnya.
Tidak puas dengan eksperimen itu, Dirman kemudian membawa sampel lumpur Lapindo ke laboratoriumnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) ITS Surabaya untuk mengetahui kandungan lumpur Lapindo.
Hasilnya, kata Dirman, dalam lumpur Lapindo terkandung silika (SiO2) yang cukup bagus. Pasir silika ini adalah salah satu komponen utama dalam pembuatan semen. Seperti diketahui, untuk membuat semen dibutuhkan bahan baku kapur, pasir silika, dan zat aditif lainnya hingga tercipta semen.
Dari temuan ini, dia kemudian bereksperimen membuat semen dengan bahan baku lumpur Lapindo. Hasilnyapun cukup memuaskan. Dari hasil pencampuran bahan-bahan pembuat semen tadi seperti kapur, pasir silika dan zat aditif lainnya, hasilnya biasa disebut sebagai larnit yang berbentuk gumpalan-gumpalan. Untuk menjadi ukuran nano atau butiran-butiran yang halus, harus dipanaskan.
“Dari hasil eksperimen itu, larnit dari semen lumpur Lapindo mencapai 59 persen. Sedangkan semen (portland) komersial, kandungan larnitnya sebesar 61 persen. Namun, larnit dari lumpur Lapindo ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi dengan dipanaskan hingga 1.400 derajat. Sementara saat pengujian, kami hanya memanaskan hingga 120 derajat celcius,” ujarnya.
Penelitian ini sudah diadopsi oleh Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Mereka mengadopsi penelitian ini untuk memanfaatkan pasir limbah dan sisa-sisa tambang intan yang banyak di Kalimantan Selatan.
“Semen yang berbahan baku lumpur sisa tambang hasilnya cukup bagus untuk diterapkan di bangunan. Karena bisa menutup pori-pori beton lebih baik dibandingkan dengan semen biasa. Ini membuat besi beton tidak mudah korosi sehingga cocok diterapkan di lahan gambut seperti di Banjarmasin,” kata Dirmanto.
Meski skala uji laboratorium hasilnya sudah memuaskan, penggunaan lumpur Lapindo sebagai bahan baku semen itu belum bisa dimanfaatkan secara komersial. Karena harus ada penelitian lanjutan yang lebih serius untuk memanfaatkan lumpur Lapindo ini sebagai bahan baku semen.
“Harus ada penelitian lanjutan untuk bisa digunakan untuk skala industri. Karena treatmentnya akan berbeda dengan pembuatan semen biasa. Misalnya saja, sebelum digunakan lumpur Lapindo ini harus dicuci dari chlor (cl) karena jika tidak bersih, malah dapat menyebabkan korosi,” terang Dirman.
Dari hasil penelitian itu, minimal bisa menjadi entry point agar lumpur Lapindo bisa dimanfaatkan daripada dibuang percuma.
(rhs)