Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto menilai, "spirit"
syariat Islam terkandung di dalam Pancasila, tetapi HTI memahami
Pancasila hanya sebatas seperangkat gagasan filosofis.
"Pancasila
dengan sila-silanya tidak ada yang buruk dan tak salah. Tapi, Pancasila
tak mencukupi untuk mengatur masyarakat Indonesia," Ismail dalam diskusi
dan bedah buku "Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam" di Megawati
Institute, Rabu.
Karena itu, kata dia, tidak heran, meski semua
rezim mengakui Pancasila, tapi sistem yang dipakai bermacam-macam. Di
masa Soekarno, Pancasila ditafsirkan sebagai sistem sosialistik, di masa
kepemimpinan Soeharto, Pancasila diterapkan dalam sistem kapitalistik.
Namun,
lanjut dia, di masa sekarang ada kecenderungan membawa Pancasila pada
sistem neoliberal. "Letak masalah bukan di Pancasila, tapi dari sistem
di bawahnya. Karena sifatnya hanya gagasan filosofis, Pancasila kemudian
digunakan untuk melancarkan paham yang dianut penguasa," katanya.
Pancasila
justru harus ditopang oleh perangkat yuridis yang lebih solid. Menurut
dia, harus diatur apa yang boleh dan tak boleh dilakukan. Di sinilah
Pancasila tidak didudukkan. "Ketika sampai pada tataran yuridis, justru
bertentangan dengan Pancasila," katanya.
HTI berpandangan, jika Pancasila hanya dibahas dalam tema filosofis, maka Indonesia akan gagal mencari solusi alternatif.
Juru
Bicara Front Pembela Islam (FPI), Habib Muchsin Ahmad Alatas
mengatakan, Pancasila adalah karya yang sangat besar dan diciptakan
orang yang berpengetahuan luas, sehingga masih relevan sampai sekarang.
"Islam
dan nasionalis selaras dalam Pancasila. Namun, saya berharap Pancasila
tidak disakralkan. Kami mendukung Pancasila, tapi menolak sakralisasi
Pancasila. Pancasila tak boleh menjadi kitab suci karena hanya buatan
manusia," ujarnya.
FPI juga berpendapat, tak ada salahnya
menegakkan syariat Islam di Indonesia selama sesuai konstitusi. Yang
menjadi permasalahan, kata Muchsin, Pancasila selalu ditafsirkan salah
oleh penguasa.
Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia yang juga
penulis buku, Hamka Haq menegaskan, buku yang ditulisnya ingin menguak
teka-teki di balik perumusan Pancasila oleh Presiden Pertama Indonesia,
Soekarno.
"Saya ingin menunjukkan bahwa tak benar jika Soekarno
tidak menghargai Islam. Dia justru memasukkan ’spirit’ Islam dalam
Pancasila," kata Hamka.
Sila yang paling jelas mengusung "spirit"
Islam adalah sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pancasila, kata dia, justru diciptakan untuk mendirikan negara
kebangsaan dan dibangun atas dasar kesamaan bangsa, bukan kesamaan agama
atau etnis.
"Dari pemikiran itu, Soekarno menghendaki ’spirit’
Islam dalam Pancasila, tanpa mencantumkan simbol Islam," kata Ketua
Bidang Pendidikan, Keagamaan dan Kebudayaan DPP PDIP itu.