Istilah tunangan sebenarnya tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi
kalau mau dicarikan bentuk yang paling mendekatinya, barangkali yang
paling mendekati adalah khitbah, yang artinya meminang. Tetapi tetap
saja ada sedikit perbedaan asasi antara tunangan dengan khitbah. Paling
tidak dari segi aturan pergaulannya.
Sebab masyarakat kita biasanya menganggap bahwa pertunangan yang telah
terjadi antara sepasang calon pengantin sudah setengah dari menikah.
Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis bahwa yang sudah bertunangan
itu boleh berduaan, berkhalwat berduaan, naik motor berboncengan, makan,
jalan-jalan, nonton dan bahkan sampai menginap.
kalau mau dicarikan bentuk yang paling mendekatinya, barangkali yang
paling mendekati adalah khitbah, yang artinya meminang. Tetapi tetap
saja ada sedikit perbedaan asasi antara tunangan dengan khitbah. Paling
tidak dari segi aturan pergaulannya.
Sebab masyarakat kita biasanya menganggap bahwa pertunangan yang telah
terjadi antara sepasang calon pengantin sudah setengah dari menikah.
Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis bahwa yang sudah bertunangan
itu boleh berduaan, berkhalwat berduaan, naik motor berboncengan, makan,
jalan-jalan, nonton dan bahkan sampai menginap.
Sedangkan khitbah itu sendiri adalah ajuan lamaran dari pihak calon
suami kepada wali calon istri yang intinya mengajak untuk berumah
tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab iya atau tidak. Bila
telah dijawab ia, maka jadilah wanita tersebut sebagai 'makhthubah',
atau wanita yang telah resmi dilamar. Secara hukum dia tidak
diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan
kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan
berduaan, berkhalwat atau hal-hal yang sejenisnya. Dalam Islam tidak
dikenal istilah setengah halal lantaran sudah dikhitbah.
Dan amat besar kesalahan kita ketika menyaksikan pemandangan pasangan
yang sudah bertunagan atau sudah berkhitbah, lalu beranggapan bahwa
mereka sudah halal melakukan hal-hal layaknya suami istri di depan mata,
lantas diam dan membiarkan saja. Apalagi sampai mengatakan, "Ah biar
saja, toh mereka sudah bertunangan, kalo terjadi apa-apa, sudah jelas
siapa yang harus bertanggung-jawab."
Padahal dalam kaca mata syariah, semua itu tetap terlarang untuk
dilakukan, bahkan meski sudah bertunangan atau sudah melamar, hingga
sampai selesainya akad nikah. Dan hanya masyarakat yang sakit saja yang
tega bersikap permisif seperti itu. Padahal apapun yang dilakukan oleh
sepasang tunangan, bila tanpa ada ditemani oleh mahram, maka hal itu
tidak lain adalah kemungkaran yang nyata. Haram hukumnya hanya
mendiamkan saja, apalagi malah memberi semangat kepada keduanya untuk
melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah.
Jangan sampai nasib kita seperti nasib bani israil yang telah Allah
kutuk lantaran mendiamkan saja kemungkaran besar terjadi di depan mata.
Sungguh malang nasih kita bila hal itu sampai terjadi.
Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan
'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan
selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
selalu mereka perbuat itu. (QS Al-Maidah: 79)
Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa
barakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.