Upaya memperluas dinar emas dan dirham perak dalam keseharian umat Islam terus dilakukan. Zaim Saidi, direktur Wakala Induk Nusantara (WIN) yang juga pegiat dinar-dirham, menyatakan momen Tahun Baru 1433 Hijriah mendatang akan dijadikan pijakan untuk mengampanyekan dinar dan dirham agar semakin dikenal.
Ia mengatakan, hingga sekarang dinar dan dirham sudah lazim digunakan. Artinya, ada sebagian umat Islam yang menggunakannya untuuk bertransaksi dan membayar zakat. Indikator yang mudah sebagai patokan adalah kian berkembanya tempat-tempat untuk memperoleh dinar dan dirham yang disebut dengan wakala di seluruh Indonesia.
Meski demikian, ia mengaku dinar-dirham masih belum begitu luas penggunaannya. Oleh karena itu, ia bersama jaringan pengguna dinar dan dirham terus bergerak mengenalkan kedua koin tersebut. Sekitar sebulan lallu, koin emas dan perak mulai diperkenalkan kepada para pedagang, khususnya pedagang bua di Pasar Induk Kramat jati. "Responnya bagus," kata Zaim.
Kegiatan semacam ini bakal selalu digalang. Rencananya, saat pergantian tahun Hijriah sosialisasi dan transaksi dinar dan dirham akan diarahkan ke segmen lainnya. Mereka menyasar mal-mal yang juga memungkinkan menjadi tempat transaksi. Belum dipastikan di mana terlebih dahulu proyek percontohannya atau berapa mal yang bakal dibidik.
Zaim hanya menyatakan, nanti bergantung pada kesiapan saja, baik tempat maupun wilayahnya. Ia yakin penyadaran itu akan membuahkan hasil. Kantor dan kampus merupakan tempat-tempat lain untuk mengajak Muslim menggunakan dinar dan dirham. Bahkan, ada kantor yang telah menjalannya.
Ia berharap, lembaga-lembaga pengelola zakat secara aktif mengkampanyekan dinar dan dirham sebagai alat pembayar zakat. Menurut dia, baru Dompet Dhuafa yang proaktif melakukannya. Lembaga lain ada, tetapi bersifat pasif. Artinya, kalau ada muzaki yang membayar zakatnya dengan dua koin itu mereka terima, tetapi tak berinisiatif mempromosikan.
Pada 2010, Dompet Dhuafa menyalurkan zakat dari dirham mencapai 2.000 dirham, demikian pula pada 2011. Semestinya, lembaga zakat turut berperan. Ia menambahkan, aktivitas rutin yang telah berlangsung sejak lama adalah festival hari pasaran.
Dalam hari tertentu, digelar semacam bazar dengan dinar dan dirham sebagai alat transaksinya.
Kegiatan semacam ini terdapat di Bandung, Jakarta, dan daerah lainnya. Ada pula seseorang yang memutuskan mendirikan toko dengan alat tukar bukan rupiah. Sofyan Aljawi, penggerak kampung jaringan wirausahawan dan pengguna dinar-dirham nusantara (Jawara) Cilincing, Jakarta Utara, mengatakan, saat ini permintaan dirham sangat tinggi.
Sayangnya, keterbatasan stock menyebabkan penggunanya belum maksimal. Dalam dua tahun terakhir ini, telah terjadi peningkatan cukup pesat terhadap permintaan dirham. Ia menyatakan, hingga saat ini sudah ada sekitar 3.200 koin dirham yang beredar di Cilincing. Para pengguna di sana umumnya adalah nelayan dan pedagang. Mereka memanfaatkannya untuk belanja bahan-bahan pokok.
Rata-rata, setiap kepala keluarga mempunyai lima koin dirham. Padahal, mereka menginginkan lebih dari itu. Sayangnya keterbatasan membuat mereka harus puas dengan kondisi sekarang. Ia menjelaskan, kesadaran masyarakat atas dirham karena kenyataan bahwa perak lebih tahan terhadap inflasi dan nilainya cenderung naik.