Mengucapkan Selamat Natal : Haram Apa Tidak?

Mengucapkan Selamat Natal : Haram Apa Tidak?
(Oleh: Ustadz Ahmad Sarwat, Lc)

Haramnya ucapan selamat natal itu memang bukan merupakan ijma atau kesepakatan final para ulama. Sebagian kalangan mengharamkan dan sebagian lainnya tidak. Tentu masing-masing dengan hujjah dan pertimbangannya.

Hal itu terjadi lantaran ditemukannya dalil-dalil yang saling berbeda, antara dalil yang dipahami sebagai bentuk larangan, dengan dalil yang bisa dipahami sebagai kebolehan.

Kalau buat situasi negeri kita, memang ada alasan yang bisa dipahami kalau kecenderungan para ulama mengharamkan ucapan itu, bila dilakukan oleh kaum muslimin.

1. Kalangan Yang Membolehkan

a. Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi

Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahniah saat perayaan agama lainnya.

Beliau mengatakan :"Sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahniah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik).

Sebagaimana firman Allah SWT:

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Kebolehan memberikan tahniah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahniah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa: 86)

Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.

b. Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa

Dr. Mustafa Ahmad Zarqa menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir.

Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut.

Sehingga menurut beliau, ucapan tahniah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, juga tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.

Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahniah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya.

Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahniah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.

c. Majelis Fatwa dan Riset Eropa

Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa dalam hal kebolehan mengucapkan tahniah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.

d. Fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said

Dr. Abdussattar Fathullah Said adalah profesor bidang tafsir dan ulumul quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahniah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua, yaitu tahniah yang halal dan ada yang haram.

Tahniah yang halal adalah tahniah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.

Sedangkan tahniah yang haram adalah tahniah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga Tuhan memberkati diri anda sekeluarga." Sedangkan ucapan yang halal seperti, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda."

Bahkan beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.

2. Fatwa Yang Mengharamkan

a. Fatwa Haram Ibnul Qayyim

Pendapat anda yang mengharamkan ucapan selamat natal difatwakan oleh Ibn al-Qayyim Al-Jauziyah. Beliau pernah menyampaikan bila pemberian ucapan “Selamat Natal” atau mengucapkan “Happy Christmas” kepada orang-orang kafir hukumnya haram.

Dalam kitabnya Ahkam Ahli adz-Dzimmah, beliau berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan.

b. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin

Sikap ini juga sama pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin sebagaimana dikutip dalam Majma’ Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403).

Beliau mengatakan bahwa memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia adalah salah satu diantara rujukan yang sering disebut-sebut sebagai pelopor haramnya ucapan selamat natal bagi kaum muslimin. Namun sayangnya, setelah diteliti ulang, ternyata kami tidak menemukan fatwa tersebut.

Yang ada hanyalah fatwa tentang haramnya natal bersama, bukan haramnya mengucapkan selamat natal.

Malah Sekretaris Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen (ritual) Natal.

"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam, " kata Dien yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu.

Point Keharaman

Inti masalah dari perbedaan pendapat ini adalah ketika menjawab pertanyaan : Apakah ucapan selamat natal itu merupakan bentuk doa dan keridhaan kita atas penyembahan dan tindakan syirik, atau bukan.

Disinilah para ulama berbeda pandangan. Sebagian mereka memandang tahniah (greetings) itu berbeda 180 derajat dengan doa. Hukum mendoakan orang kafir agar mendapatkan keberkahan dari Allah memang telah disepakati keharamannya.

Sebagian lagi menganggap ucapan tahniah itu tetap merupakan refleksi dari keridhaan kita atas kekafiran dan syirik yang mereka lakukan.

Lafadz ucapan selamat natal kalau disampaikan dalam bahasa Inggris atau Arab, tidak mengandung doa. Merry Crismast tidak mengandung doa, tapi kalau pakai bahasa Indonesia, ungkapan yang biasa kita gunakan memang mencantumkan lafadz doa yaitu kata selamat. Nah, kata selamat inilah yang kemudian menjadi biang keladi permasalahan.

Barangkali pendapat Dr. Abdussattar ada benarnya. Beliau mengatakan haram atau tidaknya harus dilihat dulu dari lafadz ucapannya. Kalau mengandung doa, hukumnya haram. Tetai kalau sekedar basa-basi dan penghormatan, tidak haram.

Tinggal kita harus kreatif merangkai kata, yang pada intinya tetap terjaga akidah kita dari hal-hal yang batil, namun mujamalah kita dengan pemeluk agama lain tetap utuh.

Sulit memang tetapi tidak ada salahnya dicoba. Kita tidak setuju dengan akidah dan kemusyrikan mereka, tetapi bukan berarti kita harus menghalangi atau melarang mereka beribadah sesuai dengan agama mereka.

Muslim dan Nasrani di Indonesia

Fatwa bolehnya ucapan tahniah kepada pemeluk nasrani bagi seorang muslim yang hidup di negeri mayoritas nasrani mungkin sangat bermanfaat untuk menunjukkan bahwa agama Islam itu toleran terhadap agama lain.

Agama Islam akan semakin dikenal sebagai agama yang terbuka tapi tetap punya prinsip di negara barat sana. Akidahnya kukuh tapi basa-basi dan pergaulannya tidak puritan atau fundamentalis.

Selain itu juga bila seorang muslim yang tinggal di negeri seperti itu mengucilkan diri tanpa mau berbasa-basi dengan khalayak ramai, juga akan membuat kehidupan mereka menjadi sangat ekslusif. Pada gilirannya, dakwah Islam juga akan mengalami hambatan.

Dengan posisi seperti ini, Islam tumbuh subuh di Eropa dan Amerika serta negara barat lainnya.

Namun fatwa seperti itu agak kurang pas kalau diterapkan di negeri kita Indonesia, dimana umat Islam justru mayoritas. Tetapi ditindas oleh kalangan minoritas lewat berbagai proyek Kristenisasi yang menipu. Di antaranya lewat nikah antar agama, ajakan natal bersama, mendirikan rumah ibadah di lingkungan pemukiman muslim, hingga anjuran untuk saling mengucapkan selamat hari raya.

Kadang fatwa seperti itu malah dimanfaatkan untuk merusak aqidah dan merontokkan iman umat Islam negeri ini yang terkenal kurang kuat aqidahnya. Proyek Kristenisasi yang sudah berjalan lebih dari 4 abad secara bergantian oleh para penjajah akan mendapat aliran darah segar.

Apalagi kalangan aktifis liberalis, tentu akan menari-nari kegirangan kalau mendengar adanya fatwa yang membolehkan selamat natal. Fatwa ini akan mereka gunakan sebagai senjata ampuh dalam mengikis habis semangat keislaman.

Sebab lewat fatwa-fatwa seperti ini, perlahan-lahan umat Islam semakin terseret ikut arus Kristenisasi. Kalau pun fatwa bolehnya mengucapkan natal ini mau dipakai, harus didampingi dengan fatwa lain, misalnya haramnya umat Islam menyekolahkan anak di sekolah-sekolah milik yayasan kristen, termasuk perguruan tingginya, walau pun gratis atau beasiswa.

Juga harus ada fatwa haramnya umat Islam dirawat di rumah sakit, dipelihara di panti asuhan Kristen, termasuk sumbangan dari yayasan milik mereka.

Kalau perlu juga harus ada fatwa haramnya umat Islam membeli buku, majalah, koran, tabloid atau pun bentuk-bentuk penerbitan lain yang dikelola oleh penerbit-penerbit yang secara tegas menyatakan kekristenannya.

Tapi tentu akan jadi ironi, lantaran umat Islam masih belum memiliki semua itu dalam jumlah yang memadai dan memenuhi standar kualitas yang mumpuni. Umat Islam masih butuh puluhan bahkan ratusan rumah sakit yang islami, dalam arti memang didedikasikan buat kemanusiaan, bukan sekedar bisnis cari uang.

Umat Islam masih rajin menyekolahkan anak di sekolah dan kampus milik agama lain dengan beragam alasan. Ada yang berasalan masalah kualitas, ada yang karena murah atau gratis. Bahkan ada yang sekedar mengejar gengsi. Walau pun mereka tahu bahwa hal itu beresiko tergadainya iman dan aqidah. Anehnya, justru yang sekolah disana mayoritas malah umat Islam, bukan umat Kristiani.

Wallahu alam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Share this