Saat Dosen sedang asyik menerangkan pengertian diagnosa di depan kelas,tiba-tiba hp bergetar. Kelas mendadak hening. AC yang dari tadi lari-lari entah ke mana, seketika membuat perkumpulan dan datang merongrong tubuh. Jantung sudah tak terdeteksi lagi berapa kecepatannya di saat sayup-sayup hpku mengeluarkan suaranya yang selama ini tertahan. Kemudian , semua tatapan tertuju padaku, kecuali satu orang. Dosenku! Aku pura-pura tak melihat dan menebar senyum tak berdosa ke arah mereka. Dalam hati ada perang yang tengah terjadi. Kira-kira kesimpulannya begini : Aih, lupa lagi silent-kan hp.
“Kak Aaaaaaay, kucing aku sakit nih. Baiknya diapain ya?”
Entah si dosen denger atau engga, dari hati terdalam saya minta maaf karena harus segera membalas sms ini. Hitung-hitung belajar jadi dokter hewan yang cepat tanggap.
Sembari (pura-pura) memperhatikan penjelasan sang Bapak, saya mulai membalas pesan seorang adik dengan menekan tombol hp dengan dua jempol. Kiri dan kanan. Maklum, hpnya masih bertombol. Bedalah dengan anak jaman sekarang yang udah keren. HP segede gaban, mainannya mulai dari angry bird sampai flappy bird. Kalo janjian sama temen, bisu. Masing-masing terpaku dengan gadget masing-masing.
Sembari (pura-pura) memperhatikan penjelasan sang Bapak, saya mulai membalas pesan seorang adik dengan menekan tombol hp dengan dua jempol. Kiri dan kanan. Maklum, hpnya masih bertombol. Bedalah dengan anak jaman sekarang yang udah keren. HP segede gaban, mainannya mulai dari angry bird sampai flappy bird. Kalo janjian sama temen, bisu. Masing-masing terpaku dengan gadget masing-masing.
Eits, sebentar. Aku bales dulu ya BBMnya.
“Eh, sakit? Masih mau makan, ga? Dia lemes apa masih bisa loncat-loncat?”
“Eh, sakit? Masih mau makan, ga? Dia lemes apa masih bisa loncat-loncat?”
Sebenernya pengen ngetik “Sakit apa?” Tapi kalo saya bales kaya gitu, apa gunanya dia bertanya ke saya yang masih menjadi calon dokter hewan ini. (kemudian teringat perjuangan masuk ke FKH , inget malam-malam begadang sampai lupa gimana cara tidur, terus dianterin ikut tes sebab undangan ga lulus, terussss….)
Stop! Kembali ke laptop.
“Ini, habis ketabrak di depan rumah. Ga ada yang berdarah sih. Cuma dia jadi lemes gitu. Terus dikasih makan, gamau. Gimana ya kak?”
“Oh yasudah, coba kamu bawa ke klinik aja dek. Kakak tunggu di kampus sekarang,ya”
Sebenarnya pengen bales “Dik, kira-kira kalo kamu kecelakaan, ibu kamu konsultasi dulu ga ke dokter kamu harus digimanain? Sementara kamu ga sadarkan diri, sambil berteriak dalam hati : Bu, bawa aku ke rumah sakit sekarang!” tapi aku tetap harus mengontrol emosi.
“Kak, ga bisa ya ngasih tau ini harus digimanain dulu?”
Ya Allah, aku belum mau mati. Kumohon perintahkan kepada Izrail untuk sekejap lagi saja menjemputku. Ini harus kuselesaikan.
“Emmm.. Ya itu. Kamu bawa aja ke klinik sekarang. Di sini ada dokter, beserta kakak-kakak koas. Insya Allah bakal diperiksa lebih lanjut.”
“Oke deh, kak.”
Alhamdulillah. Setidaknya sebagai calon dokter hewan yang baik, aku udah nunjukkin apa yang harus dia lakukan. Datang ke klinik untuk pemeriksaan lebih lanjut. *kemudian kalem*
Yang begini nih, sebenernya sudah sering terjadi. Seiring dengan perkembangan teknologi, minta resep pun sudah bisa via BBM, atau mensyen-an di twitter, atau kalo ga mau ketauan tetangga, bisa via DM (alias direct message twitter), email, dan banyaakk lagi.
Oke, mungkin itu bisa ditolerir. Tapi, kalo soal nanya ke dokter, untuk mastiin si pasien sakit apa hanya via BBM atau apapun itu (yang tak bertatap langsung), itu adalah sesuatu hal yang mustahil. Dokter (ataupun calon dokter) itu bukanlah peramal. Bukanlah seseorang yang paham betul soal telepati, apalagi bermain hati.
Yaudah daripada panjang lebar ceramah, ini nih saya kasih tau kenapa si dokter perlu ketemu langsung dengan pasien.
Diagnosa. Merupakan suatu usaha seorang dokter untuk mencari tahu (bukan tahu isi atau tahu goreng, ya) atas status dari seorang pasien. Dimulai dari mengisi sinyalemen (tanda-tanda yang dapat dilihat secara kasat mata), kemudian anamnesa (menginterogasi pemilik pasien; berhubung aku adalah (calon) dohe, maka yang diajak bicara ya sipemilik, bukan pasiennya. :”) lalu, mulailah pemeriksaan status praesens. Melakukan auskultasi, inspeksi, palpasi dan perkusi. Apa aja sih itu? Yuk kita bahas satu persatu.
1. Inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Dokter mengamati secara cermat mulai dari tingkah laku dan keadaan pasien.
2. Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, maupun ukuran. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat. (terdapat benjolan, pengecilan ukuran organ, dsb)
3. Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonansi
4. Auskultasi adalah mendengarkan suara di dalam tubuh pasien (sering) menggunakan stetoskop karena biasanya dilakukan di daerah abdomen, jantung, dan paru. Biasanya dokter menggunakan alat stetoskop, kemudian setelah dapat hasilnya, dokter akan membandingkan dengan denyut fisiologi (normal).
Nah, setelah itu dilakukan akan ada tindakan lanjutan. Jika salah diagnosa, maka terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, salah ngasih obat, dan salah-salah lainnya.Jadi, masih ragu buat ke dokter dengan hanya mengandalkan sebuah gadget? ^_^
Banda Aceh, 14 April 2014
Referensi :
-TIm Diagnosa Klinik.2014. Penuntun Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner. Laboratorium Klinik FKH Unsyiah
-Widodo, S. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press. Bogor
Referensi :
-TIm Diagnosa Klinik.2014. Penuntun Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner. Laboratorium Klinik FKH Unsyiah
-Widodo, S. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press. Bogor