Kampus, yang seharusnya menjadi tempat lahir para ilmuwan dan
cendekiawan, kini hanya berfungsi sebagai tempat singgah sejenak.
Singgah sejenak untuk menghadapi dunia usaha, perpolitikan, atau usaha
lain dalam mempertahankan hidup. Sungguh miris jika manusia, yang
diberkati kemampuan lebih, hanya berpandangan tentang bertahan hidup,
khususnya untuk kalangan akademis. Istilah akademis sendiri menjadi
istilah yang hanya muncul dalam kalimat-kalimat retoris di balik mimbar.
Selain hakikat ilmu yang sudah bergeser, dari sebuah pemahaman
menjadi sekedar IPK tinggi, hal ini dikarenakan tekanan universitas.
Dengan sistemnya yang tak terlalu baik, universitas tidak memberi ruang
bagi mahasiswanya untuk memegang ideologi nurani. Ideologi yang bukan
didasarkan atas nafsu, tapi berangkat dari nurani yang terkadang
terbelenggu.
Keprihatinan ini makin menjadi-jadi ketika pergeseran hakikat ilmu
ini berimbas pada rangkaian gerak dakwah yang sudah dimulai berabad-abad
silam ini. Kini, dakwah masih sebatas penunjukan eksistensi. Kalau
tentang semangat juang, sudah tidak diragukan lagi. Namun, semangat
hanya sebatas semangat. Para juru dakwah tak pernah serius mengurusi
umatnya.
Akibatnya, makin lebar jurang pemisah antara ulama, cendekiawan,
juru dakwah, dan masyarakat. Para ulama dan cendekiawan belum ‘mampu’
membumi. Para juru dakwah terlalu asyik bermain dalam lingkarannya
sendiri. Dampaknya, masyarakat, yang harusnya dibina dan diperhatikan,
tak pernah tersentuh
.
Para pengisi barisan terdepan, dalam hal ini juru dakwah, harus mulai
membuat jembatan-jembatan penghubung yang melintasi jurang-jurang
tersebut. Pragmatisme, yang memandang dakwah hanya sebatas eksistensi,
harus segera dihilangkan. Batu penghalang ini bisa dihancurkan dengan
membuat suatu sistem yang dapat membuka mata pragmatis-pragmatis
tersebut.
Masalah ini tidak akan terselesaikan dengan seminar, diskusi, dll.
Hal-hal insidental seperti itu hanya sebagai pemicu saja. Semangat ke
arah ini sudah ada, namun masih stagnan. Belum ada langkah nyata yang
mengupayakan solusi atas berbagai polemik yang dihadapi umat ini.
Jika ingin memulai langkah untuk mengupayakan solusi tersebut, maka
dakwah kampus lah yang paling tepat. Sebab, dari sini lah titik tolak
peradaban islam. Dari dulu, sampai sekarang. Selalu kalangan akademis
lah yang menjadi tonggak penting dalam perkembangan dakwah. Sejarah yang
telah tercatat bukan untuk menaruh dendam pada tokoh antagonis masa
lalu, namun untuk dipahami dan direnungkan, agar langkah yang akan
ditempuh ke depan semakin jelas, semakin nyata.
Oleh: Ahmad Syarifudin, Yogyakarta