Bagaimanakah Toilet di Zaman Nabi?

Bagaimanakah Toilet di Zaman Nabi?

Toilet adalah perlengkapan rumah yang kegunaan utamanya sebagai tempat pembuangan kotoran , yaitu air seni dan feses. Toilet kadang juga disebut kloset atau WC (bahasa Inggris: water closet). Kita juga mengenal istilah "kamar kecil" untuk memperhalus penyebutan tempat tersebut.

Ada beragam jenis toilet yang dipakai orang di seluruh dunia. Ada model kloset duduk yang digunakan dengan cara mendudukinya untuk buang air besar. Biasanya model ini punya fasilitas untuk menyiram buangan setelah digunakan. Jenis ini lazim kita jumpai di Barat

Ada juga kloset model jongkok, yaitu yang digunakan dengan cara berjongkok di atasnya untuk buang air besar. Model ini cukup lazim di Asia Tenggara, Asia Timur, China, Jepang, India, serta tentu saja di Indonesia.

Untuk istinja', air adalah media yang paling umum dipakai. Tetapi di dunia Barat, kertas toilet lazim digunakan.

Yang menarik untuk dibahas, kira-kira seperti apa model dan jenis toilet yang digunakan oleh Rasulullah SAW?

Sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahuanha sedikit memberi informasi yang berguna :

إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ ، يَسْتَطِيبُ بِهِنَّ ، فَإِنَّهَا تُجْزِي عَنْهُ

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ‘Bila seorang kamu pergi ke WC maka bawalah tiga buah batu karena itu sudah cukup untuk menggantikannya’. (HR. Abu Daud Baihaqi dan Syafi’i)

Perhatikan kata yang digunakan Rasulullah SAW,"Bila seorang kamu PERGI ke WC". Menarik untuk dibahas, kenapa beliau SAW menggunakan kata "PERGI" dan bukan "masuk"?

Jawabnya karena WC di masa beliau itu memang tidak terdapat di dalam rumah seperti di masa kita sekarang ini. WC atau tempat buang air besar di masa itu adanya di luar rumah, agak jauh dari pemukiman warga. Karena itu ada istilah "pergi ke WC". Tempatnya sepi dari manusia yang kemungkinan lewat. Oleh karena itu, tempat buang air di masa itu sering diistilahkan dengan al-khala'.

Kalau WC itu ada di dalam rumah seperti di masa kita sekarang, mungkin kata yang digunakan cuma "masuk ke dalam WC".

Dan ternyata WC di masa itu tidak berbentuk bangunan atau kamar mandi, melainkan hanya tempat kosong yang terbuka. Boleh dibilang, beratap langit dan berdindingkan hamparan padang pasir yang luas. Seorang teman mengungkapkan, bahwa luasnya WC di masa Nabi SAW adalah seluas langit dan bumi. Bukan apa-apa, karena memang tidak ada dindingnya, alias di padang terbuka.

Dan umumnya masyarakat di masa itu terbiasa buang air di malam hari, karena aurat mereka jadi tertutupi oleh gelap malam. Kalau tidak kepepet, jarang-jarang mereka buang hajat siang hari.

Kalau pun terpaksa, maka kadang mereka membuat semacam tirai darurat, sekedar menghalangi pandangan manusia, bila seandainya tidak sengaja lewat dekat orang yang buang hajat. Tetapi yang pasti, tempat itu bukan berupa kamar mandi yang tertutup.

Dan satu hal lagi yang penting, tidak ada kran air apalagi sprayer untuk menyemprot. Juga tidak ada flush untuk menyiram kotoran. Maka untuk istinja' (cebok), digunakanlah tiga buah batu. Ada pun kotorannya, akan sirna kena sinar matahari setiap hari, bahkan akan membatu. Oleh karena itulah kita juga mendapatkan hadits Nabi yang melarang kita bersitinja' dengan menggunakan kotoran.

Kenapa begitu?

Barangkali karena setelah bertahun-tahun kotoran itu terkena sinar matahari, akan kering, keras dan membatu. Sampai orang menganggapnya batu, padahal kotoran yang mengering.

Sebuah pertanyaan menarik, kalau kita harus copy paste apa adanya kehidupan Rasulullah SAW, apakah kita hari ini kita perlu buang hajat di lapangan terbuka dan istinja' pakai batu, biar kita bisa disebut telah berittiba' kepada Nabi?

oleh: ustadz sarwat, Lc.

Share this