Mau tidak mau, harus diakui, keberpihakan media sering absurd. Jarang sekali saat ini ditemui berita-berita mengenai prestasi anak bangsa yang dapat menginspirasi masyarakat, namun sayangnya kurang digembar-gemborkan. Padahal, salah satu variabel yg bisa dilihat dari potret sebuah negara, salah satunya adalah dengan melihat obrolan masyarakat di dalamnya yang sedang “IN”.
Dalam pemberitaan mengenai kinerja pemimpin misalnya, media cenderung kurang objektif. Saya pribadi “tersihir” oleh aksi Jokowi karena pemberitaan besar-besaran media: membentuk opini publik! Juga tersihir dengan Dahlan Iskan karena pemberitaan media yang heboh, meskipun sebelumnya saya sudah mengenalnya melalui tulisannya pada salah satu kolom di Jawa Pos, sangat menginspirasi.
Sayangnya, saya perhatikan, media tidak heboh dengan prestasi Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat dan Nur Mahmudi Ismail, Walikota Depok. Kalau disebut mereka pencitraan, pada prinsipnya ya begitu pula Jokowi & Dahlan Iskan. Kekurangan-kekurangan yang mereka miliki, tertutupi oleh gegap gempita pemberitaan media. Sebenarnya kalau diurai, sebenarnya apa saja prestasi mereka?!
Coba kita ingat kembali Pilpres 2004 dan 2009, bagaimana berhasilnya pencitraan SBY. Banyak orang yang tersihir dengan pesonanya yg sederhana, kalem, dan “Gaul”. Bahkan SBY pernah menyanyikan lagu Pelangi di Matamu dari Jamrud dalam sebuah acara ajang kompetisi bakat bernyanyi saat masa kampanye. SBY juga menciptakan beberapa lagu yang semakin membuat masyarakat tersihir dengan sosok SBY.
Nyatanya, saat ini mata publik mulai terbelalak, menyadari bagaimana kinerja SBY, dalam salah satu hasil survei, popularitas SBY turun drastis. Image buruk tentang banyak pidatonya yang “prihatin” dan cengeng! Belum lagi kinerjanya yang terlihat sangat lamban, termasuk dalam memberikan keputusan dalam perselisihan KPK vs POLRI.
Saran saya, apalagi intelektual muda, harus kritis! Pilih pemimpin jangan sampai karena “korban” pencitraan media an sich! Pencitraan media pada prinsipnya tidak ada salahnya, media juga kerja dan cari duit, berusaha menyajikan berita yg “maknyus” untuk dikonsumsi masyarakat.
Variabel yang pasti dalam menentukan pemimpin sesuai harapan yaitu melihat rekam jejak calon pemimpin tersebut! Bagaimana prestasinya! Coba pisahkan si calon dengan atribut-atributnya. Kalau melihat Jokowi yg berasal dari PDI-P, pasti banyak kecewanya. Tidak sedikit berita miring tentang ulah partai yg satu ini. Sayangnya banyak kalangan masih belum bisa memisahkan antara Ahmad Heryawan (Kang Aher) dan Nur Mahmudi Ismail dengan PKS. Prestasi-prestasi yang mereka torehkan dalam selama menjabat seolah terkubur dalam-dalam hanya karena partai asal mereka, PKS. Padahal sampai saat saya menulis artikel ini, Kang Aher sudah menyabet 75 penghargaan, luar biasa!
Saya berharap, semoga banyak lahir pemimpin di negeri ini yang terus menerus bekerja dan berkarya demi kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya, meski tidak diliput media. Karena media bukan segala-galanya, media bukan malaikat pencatat amal baik atau buruk, apalagi media bukanlah Tuhan.
Maju terus Kang Aher dan Nur Mahmudi Ismail, Tuhan pasti tahu mana pemimpin yang amanah dan tidak.. Teruslah berkarya, meski sepi dari pemberitaan media..!
http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/10/18/kang-aher-raih-75-penghargaan-media-sepi/
sumber: note FB Seorang Teman