Bakongan – Keluarga korban pembantaian tentara di Kampung Jamboe Keupok, Bakongan, Aceh Selatan, mendirikan tugu peringatan tragedi kemanusian. Di tugu tersebut ditulis kronologi kejadian dan daftar nama korban.
Pembangunan tugu peringatan tragedi Jamboe Keupok dilakukan gotong royong. Ibu-ibu ikut mengangkut pasir dari pantai yang berjarak 500 meter dari lokasi pembangunan tugu.
”Negara melakukan kejahatan, kami tidak ingin melupakan. Apalagi sampai sekarang keadilan dan tanggung jawab negara belum terwujud,” kata Saburan, salah seorang anak korban, dalam siaran pers Kontras Aceh, Jumat (28/11).
Tugu peringatan dibangun di kompleks kuburan massal 16 korban pembantaian. Hari ini pembangunan diperkirakan rampung. Selepas shalat Jumat, keluarga korban mengelar doa bersama.
”Tugu ini penting sebagai bukti sejarah. Setidaknya menjadi pengobat hati kami para korban dan kami tetap menuntut hak,” ujar Saburan.
Fery Kusuma, mewakili Kontras Aceh mengaku simpati pada kebersamaan warga dan korban. Orang tua dan anak-anak terlibat membantu pembangunan tugu peringatan tersebut. Seorang anak kelas 5 SD, ikut menyusun batu untuk menulis nama ayahnya yang menjadi korban.
”Ini perkara hukum dan HAM. Pemerintah atau negara harus proaktif menyelesaikan hak-hak korban,” kata Fery Kusuma.
Menurut Fery, pemerintah harus meniru Korea Selatan yang menghargai bukti-bukti sejarah. Pemerintah Korea Selatan membentuk The May 18 Memorial Foundation dan membangun kompleks pemakaman serta museum untuk mengenang para korban peristiwa 18 Mei 1980.
“Korban Jamboe Keupok berharap pemerintah lebih serius menyelesaikan persoalan korban pelanggaran HAM di Aceh. Bentuk KKR dan Pengadilan HAM seperti yang diamanatkan MoU Helsinki,” ujar Fery.
Pada 17 Mei 2003, aparat keamanan menyerang Kampung Jamboe Kupok, Bakongan, Aceh Selatan. Mereka membunuh 16 warga yang dituduh terlibat Gerakan Aceh Merdeka. (E1)
Foto: Imam masjid Jamboe Keupok meletakkan batu pertama pembangunan tugu (Kontras Aceh)
Pembangunan tugu peringatan tragedi Jamboe Keupok dilakukan gotong royong. Ibu-ibu ikut mengangkut pasir dari pantai yang berjarak 500 meter dari lokasi pembangunan tugu.
”Negara melakukan kejahatan, kami tidak ingin melupakan. Apalagi sampai sekarang keadilan dan tanggung jawab negara belum terwujud,” kata Saburan, salah seorang anak korban, dalam siaran pers Kontras Aceh, Jumat (28/11).
Tugu peringatan dibangun di kompleks kuburan massal 16 korban pembantaian. Hari ini pembangunan diperkirakan rampung. Selepas shalat Jumat, keluarga korban mengelar doa bersama.
”Tugu ini penting sebagai bukti sejarah. Setidaknya menjadi pengobat hati kami para korban dan kami tetap menuntut hak,” ujar Saburan.
Fery Kusuma, mewakili Kontras Aceh mengaku simpati pada kebersamaan warga dan korban. Orang tua dan anak-anak terlibat membantu pembangunan tugu peringatan tersebut. Seorang anak kelas 5 SD, ikut menyusun batu untuk menulis nama ayahnya yang menjadi korban.
”Ini perkara hukum dan HAM. Pemerintah atau negara harus proaktif menyelesaikan hak-hak korban,” kata Fery Kusuma.
Menurut Fery, pemerintah harus meniru Korea Selatan yang menghargai bukti-bukti sejarah. Pemerintah Korea Selatan membentuk The May 18 Memorial Foundation dan membangun kompleks pemakaman serta museum untuk mengenang para korban peristiwa 18 Mei 1980.
“Korban Jamboe Keupok berharap pemerintah lebih serius menyelesaikan persoalan korban pelanggaran HAM di Aceh. Bentuk KKR dan Pengadilan HAM seperti yang diamanatkan MoU Helsinki,” ujar Fery.
Pada 17 Mei 2003, aparat keamanan menyerang Kampung Jamboe Kupok, Bakongan, Aceh Selatan. Mereka membunuh 16 warga yang dituduh terlibat Gerakan Aceh Merdeka. (E1)
Foto: Imam masjid Jamboe Keupok meletakkan batu pertama pembangunan tugu (Kontras Aceh)