Jawa Itu Indonesia

Jawa Itu Indonesia

Oleh. Fakinah Nailand Edward


Jawa…
Ketika tertulis atau terucap kata itu dari seorang nonjawa, hal ini bisa terdengar rasis. Mendeskreditkan bangsa jawa.  Tampaknya memang begitu. Tapi bisa juga terlihat terlalu  tidak objektif.  Apa salahnya menjadi seorang jawa, itu pasti menjadi pertanyaan seorang jawa terhadap seorang nonjawa ketika terdengar bisik-bisik ..’jawa’.

Sebenarnya ini aneh ketika kita sudah dibalut dengan nama bangsa Indonesia, tapi tetap saja label bangsa jawa, bangsa bugis, bangsa aceh masih tetap ada. Ketika itu, mempertanyakan kembali bangsa Indonesia itu siapa? bisa menjadi pertanyaan lumrah kembali.


Jawa menjadi sangat popular di Indonesia. Ketika ditanya seperti apa orang indonesia itu, banyak orang yang menyebut dirinya indonesia mengatakan batik itu salah satu identitas kami. Orang Indonesia itu lemah lembut, supel, rajin tersenyum dan giat. Kartini pahlawan kami.  Ketika itu terjadi bisa disimpulkan orang indoensia itu tak lain tak bukan adalah orang jawa sendiri. Tentu saja benar, dari semenjak merdeka hingga sekarang hampir seluruh pemimpin Indonesia adalah putra jawa, yang duduk dibangku penting yang mewakili rakyat juga sebagian besar putra jawa. Hanya satu dua  putra Maluku atau Aceh.

Bila dibayangkan tentu saja alangkah beruntungnya menjadi seorang jawa. Mereka lebih berkesempatan. Pendidikan kompetitif tersedia, tingkat pembangunan tinggi, dan yang pasti mereka mendominasi dengan segudang prestasi.

Membaca kalimat terakhir benar-benar jawa menjuarai dan berhak berbangga diri. Disamping yang lainnya terlihat bagai bangsa penumpang di Indonesia. Tidak popular dan sedikit kontribusi.

Tentu saja sedikit kontribusi, penduduk Indonesia sebanyak 237 juta jiwa ini, 134 jutanya adalah orang jawa,  lebih dari setengah total penduduk indoensia adalah orang jawa.

Ketika pemilu dimulai, tak perlu heran bila putra jawa terus yang selalu menang. 

Apa putra daerah lain tidak berkompeten,mungkin saja benar. Mereka tak mendapat sarana sebaik fasilitas d ipulau jawa. Di daerah bunyung, Kalimantan timur,penghasil minyak terbesar ketiga di Indonesia lampu pun masih pilih kasih, banyak yang sudah 30 tahun lebih hidup dalam kegelapan malam nan miskin.

Serasa konyol sendiri mendengar bahwa Indonesia ini Negara kaya, walaupun nyatanya memang benar. Pembagian hasil kekayaan yang dikelola tersebut umumnya hanya 15% diterima daerah penghasilnya, dan 80 persen masuk ke pusat. Yang notabene Pusat pulau jawa. jawa terus maju, angka pertumbuhan penduduknya kian menanjak. Hanya Aceh dan Papua yang mendapatkan pembagian hasil 30% untuk daerah penghasil dan 70% untuk pusat, itupun karena Aceh dan Papua merupakan  daerah konflik . Butuh budget khusus untuk pengamanan investasi. Seorang Kalimantan menuntut pembagian kekayaan yang layak atas bangsa kalimantannya ketika pembagian kekayaan sama sekali tidak adil itu mulai semakin memiskinkan bangsanya , “apakah Kalimantan harus berdarah-darah dulu seperti aceh untuk menuntut haknya sendiri?”

Pertanyaan yang sangat sangat logis dari seorang Kalimantan yang bisa dibilang akan didukung oleh bangsa-bangsa aceh, papua, Sulawesi, nusa tenggara, riau, padang yang selama ini masih menjadi minoritas di daerah berlabel nusantara.

Tidak adil, tulisan ini semacam mengompori. Pelajari  angka statistic indonesia. Disitu logikamu sendiri berbicara lebih jujur dari efek perasaan.

Mungkin saja saya labil dan tidak benar, hanya saja konsentrasi pembangunan dan pertumbuhan penduduk itu gila sama sekali tidak merata. Baliho di jalan Ir. H. T. Muhammad Hassan Banda Aceh yang berisi “bila penduduk tak terkendali,kesejahteraan hanyalah mimpi”,jelaslah isi baliho jumbo  ini salah alamat. Penduduk Aceh bahkan hanya 1,7 persen dari total penduduk Indonesia.

Nilai Suarai bangsa minoritas ini hampir tidak berharga lagi. Bila boleh meminta , ketika pemilu datang , bila boleh pun bagaimana bila hanya setengah penduduk jawa yang ikut pemilu, agar presentase bangsa yang mengkomposisi Indonesia sedikit stabil, tak terlalu mendominasi satu bangsa Indonesia, itupun bila memang benar-benar kita sebangsa ‘Indonesia’. Agar suara-suara kami tak sia-sia saja. Rindu pemimpin bangsa dari bangsa kami sendiri, sekaligus juga agar tak semakin terasa terjajah nya  bangsa minoritas di nusantara. Agar  benih-benih penyesalan bergabung dan menjadi Indonesia itu tidak pernah muncul. Putra Makassar, Padang, Kalimantan, Papua, Aceh, Ambon yang menjadi pemimpin Indonesia sekali-sekali tak salah juga kan.

Share this