Bagi orang Aceh, nama Dr. Zaini Abdullah sudah tak asing lagi. Mantan Mentri Luar Negeri Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) ini diusung oleh Partai Aceh—partai mayoritas di Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)—bersama wakilnya, Muzakir Manaf, mantan
Panglima GAM yang kini menjabat sebagai Ketua Partai Aceh.
Dr. Zaini lahir di Beureunun, Kabupaten Pidie pada 24 April 1940
silam. Ayahnya, Tgk. H. Abdullah Hanafiah tokoh kharismatik di wilayah
itu. Selain sebagai seorang ulama, beliau juga ikut serta dalam gerakan
DI/TII bersama Daud Beureueh, republikan asal Aceh yang kemudian
memimpin pemberontakan pembebasan DI/TII.
Di kemudian hari, jalur perjuangan Tgk. H. Abdullah Hanafiah itu
dilanjutkan oleh Dr. Zaini Abdullah. Pada tahun 1976, DR Tgk H Hasan
Muhammad Tiro memproklamirkan GAM. Dr Zaini yang saat itu berstatus
sebagai dokter langsung bergabung dalam barisan perjuangan yang menentang kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh.
Keterlibatan Dr. Zaini tak terlepas dari dari kecintaanya kepada
Aceh. Konsep pembebasan dan mensejahterakan rakyat Aceh yang diusung
Wali Nanggroe Hasan di Tiro begitu melekat dalam jiwanya.
Dalam masa-masa perjuangan bersama GAM, tentu saja, ada begitu banyak
rintangan dan cobaan yang dihadapi. Bersama para pejuang-pejuangan GAM
lainnya, ia terus diburu. Foto-foto Dr. Zaini disebar hingga ke
pelosok-pelosok desa. Tak ada jalan lain selain bergeriliya ke hutan-hutan. Berhari-hari, minggu, hingga berbulan-bulan. Namun aparat keaman tak sama sekali tak berhasil mengendus keberadaan Dr. Zaini. Semua itu tak terlepas dari peran masyarakat di sekitarnya yang menutup keberadaan Dr. Zaini.
Tahun 1981, Dr. Zaini memilih untuk hijrah ke luar negeri. Selain karena kondisi Aceh semakin tak
kondosif akibat operasi militer yang digelar pemerintah RI di Aceh,
kepergiannya ke luar negeri juga bagian dari membangun diplomasi
internasional, mengkampanyekan kesewenang-wenangan pemerintah RI di
Aceh.
Pada suatu malam di tahun 1981, bersama beberapa rekan seperjuangan lainnya Dr. Zaini berangkat ke Medan melalui jalan darat. Dari Medan, perjalanan kemudian dilanjutkan ke Singapura menggunakan boat nelayan. Perjalanan menempuh waktu tiga hari tiga malam. Dihembus angin laut, dibakar terik matahari.
Usai melalui perjalanan yang melelahkan itu, Dr. Zaini tiba di sebuah pelabuhan di Negara Singapura.
Saat itu, sedang dilakukan pembangunan pelabuhan yang pekerjanya
terdiri dari orang India dan Sri Langka, mereka berkulit hitam.
Untungnya, kondisi Dr Zaini dan rekan-rekannya yang lusuh dan hitam
legam tak membuat polisi Negara Singapura curiga. Mereka dikira pekerja pelabuhan.
Dari sana, Dr Zaini melanjutkan perjalanan menuju rumah Perdana
Mentri GAM, Malik Mahmud di Bukit Timah. Selama lima hari di sana, ia
berangkat menuju Swedia dengan menggunakan paspor Palang Merah
Internasional. Seorang warga India yang bekerja di UNHCR saat itu
berbaik hati mengurusi segala keperluan keberangkatan Dr. Zaini ke
Swedia.
Tiba di Swedia, suasana sedang musim gugur. Dr. Zaini di tempat di tempat pengungsian di Revieden, 100 kilometer kota Stockholm, Ibukota Swedia. Selama satu bulan ia berada di sana.
Keinginan Dr. Zaini untuk menjadi dokter tetap dipertahankan meski
beliau telah di Swedia. Sebelumnya, ia harus belajar bahasa Swedia di
Universitas Upsula, dengan tugas utama belajar bahasa bahasa kedokteran.
Usai menyelesaikan pendidikan bahasa dan pendidikan kedokteran, Dr.
Zaini mendapat ijazah dokter dan bekerja paruh waktu di salah satu rumah
Swedia. Tempat kerja itu berjarak 80 kilimoter dari kediamannya.
Dari tahun 1990-1995, Dr Zaini kembali menempuh pendidikan dokter
spesialis keluarga. Biaya pendidikan ditanggung oleh Loan, dan biaya itu
harus diganti selesai kuliah dari hasil kerja.
Profesi dokter memang telah menjadi bagian hidup Dr. Zaini. Di tengah
sejumlah kerja-kerja perjuangan untuk Aceh, ia terus menjalani profesi
sebagai seorang dokter dengan ikhlas. Tak jarang, tugas-tugas
kedokterannya sering berbenturan dengan tugas-tugas perjuangan. Semua
itu diselesaikan dengan lancar. Diplomasi dengan dunia internasional pun
terus dilakukan.
Pada tahun 2002, perundingan pertama antara pemerintah RI dengan GAM
dilakukan di Tokyo. Dr. Zaini terlibat langsung dalam perundingan itu.
Namun perundingan gagal. Pemerintah Indonesia berusaha memasukkan GAM
sebagai salah satu organisasi teroris. Berkat diplomasi dan lobi-lobi
yang dilakukan tokoh-tokoh GAM di Swedia, usaha itu gagal total.
Pada 15 Agustus 2005, Memorandum of Understanding (MoU) antara GAM dengan pemerintah RI diteken. Tak
lama setelah itu, Dr. Zaini kembali ke Aceh, ia masih bercita-cita
melanjutkan perjuangan, mensejahterakan rakyat Aceh. “Orang Aceh harus
bekerja giat membangun masa depan Aceh, dan sanggup bersaing di tingkat
internasional.”
GAM kini tak lagi mengangkat senjata. Perjuangan dilakukan dengan jalan
politik lewat Partai Aceh (PA). Pada Pemilihan Kepala Daearah (Pilkada)
mendatang, Dr. Zaini Abdullah diusung sebagai Calon Gubernur (Cagub),
bersama pasangannya, mantan Panglima GAM, Muzakir Manaf sebagai Calon
Wakil Gubernur (Cawagub).[]
Biodata Singkat
Nama lengkap:
Dr. ZAINI ABDULLAH
Alamat Tempat Tinggal: Darul Aman, Desa Rapana, Jl. Tangse km 1, Teureubue, Beureunuen
Tempat dan tanggal lahir: Sigli, 24 April 1940
Profesi: Dokter
Kewargenegaraan: Indonesia
Nama Istri: Niazah A. Hamid
Nama Anak:
- Niza Ratna Zaini
- Hasnita Zahra Zaini
- Sri Wahyuni Zaini
Riwayat Pendidikan:
- Sekolah Rakyat di Beureunuen – Aceh (1947-1952)
- Sekolah Menengah Pertama Sigli – Aceh (1953-1957)
- Sekolah Menengah Atas Kutaraja/Banda Aceh – Aceh (1957-1960)
- Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1960-1972)
- Pendidikan Spesialis dalam Bidang Penyakit Kandungan dan Kebidanan
pada Universitas Sumatera Utara (USU) – RSU Pirngadi – Medan (1975-1977)
- Pendidikan Spesialis ‘Family Doctor’ di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm – Swedia (1990-1995)
Riwayat Pekerjaan:
- Kepala Puskesmas/Kepala Rumah Sakit Umum Kuala Simpang–Aceh Timur (1972-1975)
- Aktif sebagai dokter di sejumlah Rumah Sakit di Swedia (1982-2005)
- Pensiun dan bekerja sebagai Konsultan Kesehatan dan dokter di Rumah Sakit Umum dan Health Centre di Swedia (2005-2009)
Pengalaman dalam Organisasi dan Perdamaian
- Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus Anggota Delegasi GAM dalam proses perdamaian Pertama dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada Tahun 2000-2003 di Genewa – Swiss.
- Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus anggota Delegasi
GAM dalam Perundingan Antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia di
Helsinki-Finlandia tahun 2005 yang menghasilkan Kesepakatan Damai
Bersama (MoU) Helsinki 15 Agustus 2005.