Jepang saat ini memang sudah menjadi negara maju. Namun, itu bukan
berarti masyarakat jepang tidak percaya terhadap mitos. Setiap negara
memiliki mitologi sejarah masing-masing. Salah satu mitologi yang
paling terkenal dunia adalah Yunani dengan para dewanya, semisal Zeus,
Ares, Aphrodite, atau sang manusia setengah dewe Hercules. Jepang
memiliki mitos dan legenda yang terkait dengan tsunami atau gempa
besaryang memang sering dialami negeri sakura ini sejak ribuan tahun
yang lalu.
Di Jepang tumbuh mitos bahwa gempa disebabkan oleh seekor ikan lele
raksasa (giant cat fish)bernama Namazu. Mitos menyebutkan Namazu hidup
dalam lumpur di perut bumi dan dikendalikan oleh Dewa Khasima melalui
batu bertuah. Suatu ketika, Namazu lepas dari penjagaan Dewa Khasima
dan bergerak-gerak menyebabkan bumi berguncang. Dalam buku Myths and
Geology yang dieditori Luigi Picardidan Bruce Masse dijelaskan, tidak
ada hubungan antara Namazu dan gempa-gempa besar yang pernah terjadi di
Jepang. Mitos ini diperkirakan datang dari daratan Cina ke Jepang
sebagai bagian dari kepercayaan Budha Populer. Beberapa kuil Budha di
Cina Banyak bergambar Bhodisatva Guanyin berdiri di atas ikan lele
raksasa seperti Namazu.
Namazu dipercaya hidup di air subteranian di bawah Khasima Shrine di
Provinsi Hitachi yang saat ini dikenal dengan Ibaraki di utara Tokyo.
Satu batu bernama Kaname-ishi menahan Namazu agar tidak bergerak. Berat
batu lama-kelamaan tidak bisa lagi menahan gerak Namazu, sehingga
Dewa Khasima harus menekan terus batu itu. Namun. seteiap bulan
kesepuluh tiap tahunnya, Khasima harus ke selatan Jepang bertemu
dengan para dewa lainnya. Tugas menjaga Namazu diserahkan kepada Dewa
Ebizu. Akan tetapi, Dewa Ebizu tidak mampu menahan gerak Namazu.
Pada Oktober 1855, gempa besar menggoncang kawasan Edo yang sekarang
dikenal dengan nama Tokyo. Gempa menewaskan ribuan orang. Gempa itu
dikenal sebagai "bulan tanpa dewa" atau a month without gods. Hal itu
karena para dewa harus bertemu di selatan Jepang pada bulan kesepuluh.
Inilah yang menyebabkan Namazu bergerak dan menimbulkan gempa.
Seniman-seniman Jepang pada masa lalu mengabadikan Namazu dan Dewa
Khasima dalam sejumlah lukisan untuk menghibur para korban gempa. Jika
lukisan digantung di dinding rumah, itu merupakan harapan bahwa
pemilik rumah akan memiliki kebahagiaan.
Terlepas dari mitos Namazu, ikan lele memang memiliki kaitan erat
dengan gempa. Peneliti psikobiologi dari University of New York, David
Jay Brown, dalam artikelnya berjudul Etho-Geological Forecasting
menulis, ikan lele bergerak tak beraturan dan tampak gugup beberapa
saat sebelum terjadinya gempa bumi. Dalam beberapa kasus, ikan lele
melompat-lompat dari air sebelum terjadi gempa, sehingga ikan lele itu
ditemukan berada di daerah. Ikan yang dilaut juga menunjukkan perilaku
abnormal. Ikan yang biasa hidup di kedalaman laut ditemukan berada di
permukaan dan tertangkap nelayan sebelum gempa terjadi. Ikan dianggap
memiliki sensitivitas tinggi terhadap medan elektrik bumi.
Fluktuasi medan magnet bumi dapat menyebabkan perilaku abnirmal pada
hewan. Beberapa hewan memiliki sensitivitas terhadap variasi medan
magnet bumi yang terjadi di dekat pusat gempa (epicenter). Perubahan
medan magnet bumi dapat mempengaruhi proses migrasi burung-burung dan
menggangu kemampuan navigasi ikan. Selain itu, ion-ion yang bermuatan
dapat keluar sebelum terjadinya gempa. Hal ini menyebabkan partikel ion
yang bermuatan listrik dapat mengubah pemancar gelombang saraf
(neurotransmitter).
Dengan pertimbangan alasan-alasan itu, mungkin cukup beralasan kenapa
ikan lele "terpilih" menjadi sosok dalam mitos terjadinya gempa. Selain
disebabkan pengaruh kebudayaan Cina dan kepercayaan kepada para dewa,
tidak menutup kemungkinan mitos itu juga muncul karena orang-orang
Jepang zaman dahulu mengamati perilaku abnormal pada ikan lele sebelum
terjadi gempa dan tsunami.