Firman Allah ta’ala yang artinya
”Karena itu, barangsiapa di
antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit
itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji” (QS
Al Baqarah [2]:189 )
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang
terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua” (QS Yaasin
[36]:39)
“Sebagai bentuk tandan yang tua” maksudnya:
bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah
menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama, kemudian pada
manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung
Alhamdulillah, berdasarkan keputusan sidang itsbat yang dihadiri dan
disepakati oleh mayoritas para ulama yang berkompetensi dibidang hisab
dan rukyat, pemerintah (Ulil Amri) telah menetapkan awal puasa Ramadhan
1433H tahun 2012 jatuh pada hari Sabtu tanggal 21 Juli 2012
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku
tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian
melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (pemahaman
mayoritas kaum muslim atau pemahaman jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah,
Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al
Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan
tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia
menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam
Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama),
bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham“.
Letak permasalahan
mereka yang berbeda dengan keputusan ulil amri berdasarkan kesepakatan
mayoritas ulama (as-sawadul a’zham) sehingga menyelisihi sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah pada umumnya mereka
menggunakan metode perhitungan (hisab) dengan ketetapan berdasarkan
"hisab hakiki wujudul hilal" artinya berapapun derajat positif tinggi
hilal maka ditetapkan "hilal sudah wujud".
Mereka berkeyakinan
"hilal sudah terwujud" apabila pada hari ke-29 bulan kamariah berjalan
saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat
berikut secara kumulatif, yaitu
(1) telah terjadi ijtimak,
(2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan
(3) pada saat matahari terbenam bulan (piringan atasnya) masih di atas
ufuk. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka
bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa.
Jadi andaipun mereka merukyat maka yang dilihat bukannya hilal namun
pada saat matahari terbenam, bulan (piringan atasnya atau piringan bawah
menurut kalender hijriah Ummul Qura dengan marjaknya adalah kota Mekah)
masih di atas ufuk.
Sebenarnya tentu boleh menggunakan metode
perhitungan (hisab) agar kita dapat mengetahui lebih awal namun kita
harus menterjemahkan sunnah Rasulullah shallallahu alaih wasallam
kewajiban "melihat hilal" kedalam metode perhitungan (hisab) yang
disebut kriteria visibilitas hilal artinya kritera berapa derajatkah
hilal dapat dikatakan terlihat oleh manusia (imkanur rukyat).
Perhitungan astronomis menyatakan, tinggi hilal sekitar 2 derajat dengan
beda azimut 6 derajat dan umur bulan sejak ijtimak 8 jam. Jarak sudut
Bulan-Matahari 6,8 derajat, dekat dengan limit Danjon yang menyatakan
jarak minimal 7 derajat untuk mata manusia rata-rata yang dapat
dikatakan "hilal terlihat".
Kriteria tinggi 2 derajat dan umur
bulan 8 jam ini yang kemudian diadopsi sebagai kriteria imkanur rukyat
MABIMS (negara-negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan
Singapura) pada tahun 1996.
Bahkan berdasarkan kajian
astronomis yang dilakukan LAPAN terhadap data rukyatul hilal di
Indonesia (1962-1997) yang didokumentasikan oleh Departemen Agama RI
diperoleh dua kriteria visibilitas hilal (hilal terlihat) yang
rumusannya disederhanakan sesuai dengan praktik hisab-rukyat di
Indonesia. Awal bulan ditandai dengan terpenuhi kedua-duanya, bila hanya
salah satu maka dianggap belum masuk tanggal. Kriteria Hisab-Rukyat
Indonesia adalah sebagai berikut.
Pertama, umur hilal minimum 8 jam.
Kedua, tinggi bulan minimum tergantung beda azimut Bulan-Matahari. Bila
bulan berada lebih dari 6 derajat tinggi minimumnya 2,3 derajat. Tetapi
bila tepat berada di atas matahari, tinggi minimumnya 8,3 derajat.
Banyak dalil yang menegaskan “jika terhalang oleh awan” yang
menunjukkan terhalangnya penglihatan sehingga jika menggunakan metode
perhitungan (hisab) harus memenuhi kriteria mata manusia rata-rata yang
dikatakan "hilal terlihat" atau visibilitas hilal atau imkanur rukyat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kamu melihatnya
maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya lagi maka berbukalah. Apabila
kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari
disempurnakan)“ (HR Bukhari 1767)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian berpuasa hingga kalian
melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya.
Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah
hari disempurnakan)“ (HR Bukhari 1773).
Bahkan ada hadits telah
jelas-jelas menegaskan untuk menggenapkannya bukan menetapkan atau
memperkirakan hilal terwujud berdasarkan perhitungan (hisab).
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ
قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو
الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Telah menceritakan kepada kami Adam telah
menceritakan kepada kami Syu’bah telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ziyad berkata, aku mendengar Abu Hurairah radliallahu ‘anhu
berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, atau katanya Abu
Al Qasim shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Berpuasalah
kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula.
Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan
hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh“. (HR Bukhari 1776)
Begitupula telah jelas adanya larangan berpuasa pada yaum asy-syakk atau
hari yang diragukan, yakni terdapat keraguan apakah hari tersebut masih
termasuk bulan Sya’ban atau telah masuk bulan Ramadhan.
Diriwayatkan dari Ammar bin Yasir radliyallâhu anhu, bahwa beliau berkata :
مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه أبو داود والنسائي والترمذي)
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka dia telah durhaka
pada Abul Qasim (Rasulullah) shallallâhu alaihi wa sallam” (HR. Abu
Dawud, Nasa’i dan Turmudzi)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallâhu anhu, bahwa Rasulullah shallallâhu alaihi wa sallam bersabda :
إذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا صِيَامَ حَتَّى يَكُونَ رَمَضَانُ (رواه أبو داود وغيره)
“Jika Sya’ban telah berlalu separuh, maka tidak ada puasa hingga tiba Ramadhan“ (HR. Abu Dawud dan lainnya)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallâhu anhu, bahwa Rasulullah shallallâhu alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلَا بِيَوْمَيْنِ إلَّا أَنْ
يُوَافِقَ صَوْمًا كَانَ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ (رواه البخاري ومسلم)
“Jangan mendahului bulan (Ramadhan) dengan (berpuasa) sehari atau dua
hari, kecuali hari tersebut bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan
salah seorang dari kalian“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal yang
dimaksud dengan “puasa yang biasa dilakukan” adalah puasa sunnah bukan
puasa yang diniatkan untuk puasa wajib di bulan Ramadhan
Secara
definitif, yaum asy-syakk adalah hari ke-30 dari bulan Sya’ban, di mana
telah tersiar kabar bahwa semalam hilal berhasil di-rukyah atau
dilihat, dan keadaan langit pada malam itu cerah, tidak mendung, tetapi
tak satupun orang yang menyatakan kesaksian di hadapan hakim bahwa dia
telah melihat hilal. Atau ada kesaksian penglihatan hilal, tetapi
dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai saksi
hilal, seperti anak kecil, wanita, budak atau orang fasiq (pelaku
maksiat), yang kesaksiannya tidak diyakini kebenarannya.
Berikut rekapitulasi hasil perhitungan awal Ramadhan 1433 H / 2012 M,
pada hari kamis Wage, 19 Juli 2012 M, menurut sistem "Irsyad Al-Murid /
ارشاد المريد”
Al-Hasib : Thobary Syadzily
Pusat Observasi Bulan (POB) : Pelabuhanratu, Sukabumi – Jawa Barat
Lintang Tempat ( Ø ) : 07 o 01 ' 44,6 '' Lintang Selatan
Bujur Tempat ( λ ) : 106 o 33 ' 27,8 '' Bujur Timur
Tinggi Tempat ( h ) : 52,685 Meter di atas Permukaan Laut
1. Ijtima’ / اجتماع / konjungsi / new moon akhir bulan Sya’ban 1433 H
terjadi pada hari Kamis Wage, 19 Juli 2012 M. pada pukul 11 : 25 : 07
WIB ( Siang Hari )
2. Matahari Terbenam ( غروب الشمس / Sunset ) pada pukul 17 : 53 : 54 WIB
3. Hilal Terbenam (غروب الهلال / Moonset ) pada pukul 18 : 01 : 03 WIB
4. Tinggi Hakiki / Geosentris Hilal / ارتفاع الهلال الحقيقي / True or
Geocentric Altitude of Cresceent Moon ) = 1 o 47 ' 29 '' = 1,8 o ( di
atas ufuk / above the horizon )
5. Tinggi Lihat / Toposentris
Hilal /ارتفاع الهلال المرئي / Apparent or Topocentric Altitude of the
Crescent Moon = 1 o 38 ' 51 '' = 1,6 o ( di atas ufuk / above the
horizon )
6. Lama Hilal di atas ufuk ( مكث الهلال فوق الأفق / Long of the Crescent ) = 0 º 7 ' 9 "
7. Azimuth Matahari ( سمت الشمس / Azimuth of the Sun ) = 290 o 45 ' 11 '' = 290,8 o
8. Azimuth Hilal ( سمت الهلال / Azimuth of the Crescent Moon ) = 286o 02' 16'' = 286,04 o
9. Posisi Hilal = 04 o 42 ' 55 '' atau 2,7 o di sebelah Selatan
Matahari terbenam dalam keaadaan miring ke Utara sebesar 70 o 44 ' 27 ''
atau 70,7 o
10. Lebar Nurul Hilal ( سمك الهلال / Crescent Width ) = 00 o 00 ' 3,6 '' = 0,06 Menit
11. Cahaya Hilal ( نور الهلال / Fraction of Illumination of the Crescent Moon ) = 0.18 %
12. Umur Bulan ( عمرالقمر / Age of the Crescet Moon ) = 0 hari 6 jam 28 menit 47 detik
13. Elongasi = 04 o 51 ' 37 '' atau 4,9 o
14. Magnitude (قدر النور / A Measure of Brightness of the Crescent Moon ) = -4,41
15. Jarak antara Bumi dan Matahari = 152020759 Km
16. Jarak antara Bumi dan Bulan = 391206,10 Km
17. Berdasarkan Ilmu Astronomi, Tinggi Lihat Toposentris Hilal tersebut
di atas sebesar 1 o 38' 51 '' atau 1,6 o tidak mungkin untuk dilihat
atau dirukyat, sehingga belum memenuhi kriteria “ Imkan ar-Ru’yat “.
Dengan demikian : Awal Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Sabtu Legi,
tanggal 21 Juli 2012 M.
Wassalam