Esensi Bulan Ramadhan Demi Peningkatan Integritas Bangsa

Esensi Bulan Ramadhan Demi Peningkatan Integritas Bangsa



Oleh : Rizqina Rosma
Ramadhan merupakan sebuah media pendidikan . Di bulan inilah, kita belajar menjadi sosok yang ulung sebagai controller dalam segala hal. Selain itu, bulan ini memang pantas kita jadikan madrasah besar sebagai sarana memperbaharui ibadah, meningkatkan kualitas diri serta membelenggu diri dari hal-hal yang haram bahkan makruh sekalipun, demi berlomba – lomba memperoleh derajat muttaqin yang kaffah. Seorang ahli dakwah pernah mengatakan,  di samping mengajarkan kita mengendalikan diri, selama bulan puasa umat islam juga dilatih kedisiplinan. Keterampilan dan kedisiplinan yang diperoleh selama bulan ramadhan sejatinya membekas dan menjadi bekal dalam menjadi kehidupan dalam sebelas bulan lainnya, sehingga puasa seseorang benar – benar bermutu, bukan puasa soh (kosong). Mediator keterampilan yang paling dekat adalah ketika memenuhi undangan berbuka puasa, karena waktu berbuka adalah satu waktu maka tidak ada alasan untuk datang agak sedikit telat. Sungguh, kedisiplinan tersebut merupakan hal yang perlu dipertahankan bukan hanya dalam menghadiri undangan bubar di bulan ramadhan, tapi juga perlu dibangun kesadaran memenuhi undangan di luar bulan ramadhan seperti rapat, mengumpulkan tugas, dan sebagainya. Sebab, sudah semestinya semua kepatuhan yang telah dipraktikkan di dalam bulan suci ramadhan juga harus direalisasikan di dalam kehidupan sehari – hari ( di luar bulan ramadhan). Esensi makna puasa terdapat aturan utama bagi umat Islam, yaitu dilarang makan, minum, merokok, dan segala hal lainnya yang dapat membatalkan puasa dari mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Aturan – aturan tersebut sanggup diikuti dan dijalankan oleh umat Islam selama bulan puasa, umat Islam rela meninggalkan rasa kantuknya sejenak untuk memenuhi sahur dan langsung berhenti makan ketika waktu imsak telah tiba, meski secara lahiriah tidak ada yang mengawasi. 

Kita juga mengamati suasana di sore hari, mulanya jalanan sangat padat  untuk sekedar ngabuburit atau membeli penganan berbuka puasa. Namun, menjelang waktu berbuka tiba maka jalanan pun sepi. Hal ini menandakan umat Islam sangatlah disiplin dalam bulan ramadhan. Refleksi kedisipinan yang diterapkan umat islam di bulan ramadhan patut diacungi jempol, ini menandakan sebuah kemajuan bangsa yang sangat nyata jika dibandingkan tingkat kedisiplinan di luar bulan ramadhan.
Kita juga menyadari semua tindakan kita secara lahiriah selalu dikaitkan dengan maraknya bulan ramadhan. Betapa tidak, kebanyakan dari kita yang suka menerobos lampu merah jalanan sedikit bersabar dan menunggu sejenak lantaran khawatir dengan nilai puasa yang tergadaikan. Hiruk pikuk dari bulan ramadhan yang penuh beragam kelebihan yang tidak dimiliki bulan lain inilah memang mendikte dan melatih kita agar bersikap protektif dan membangun kredibilitas diri kita. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa. Di bulan ramadhan kita berpuasa, kita menahan lapar dan dahaga. Bukan itu saja, tetapi juga menahan segala yang dapat membatalkan puasa, juga segala yang dapat merusak puasa. Terutama hal-hal yang dapat menimbulkan dosa. Sehingga di dalam bulan ramadhan kita dapat terbiasa dan terlatih untuk menghindari dosa-dosa kita agar kita senantiasa bersih dari perbuatan yang dapat menimbulkan dosa.
 Latihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.Sudah seharusnya kita patut bersyukur bahwa tanpa terasa seluk – beluk kehidupan berjalan sangatlah cepat. Kita telah mampu merasakan kembali bulan suci ramadhan yang belum tentu semua orang mampu merasakannya dikarenakan faktor – faktor yang dibawah kuasa-Nya. Konsep membangun kredibilitas yang telah dicontohkan Rasulullah saw, seperti sifat shiddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan) dan fathanah (cerdas) bisa kita mulai realisasinya dalam bulan suci ramadhan ini, mengingat momentum untuk memulai mengimplementasikannya sangatlah relevan dan kondusif.
 Membangun kredibilitas diri juga erat kaitannya dengan kecerdasan yang identik dengan ilmu pengetahuan, tentunya di bulan ramadhan kitab suci Al-Qur’an sudah seharusnya menjadi pegangan mutlak yang ditelusuri kandungannya dan direalisasikan dalam sepanjang hidupnya. Orang yang berilmu dan berwawasn luas dianggap mempunyai kecerdasan intelektual. Hal ini belumlah cukup tanpa dibarengi dengan kecerdasan spiritual, yaitu kemampuan menerjemahkan tanda – tanda alam yang merupakan pemberian Allah dalam pikiran, sikap dan perilaku. Selanjutnya, kecerdasan emosional juga sangat urgen untuk diperlukan dalam membangun kredibilitas, seperti sabar, tidak egois dan sombong, tenang , tidak gegabah serta mampu mengendalikan emosi dan sikap. Nah, uraian di atas sangatlah jelas menggambarkan nilai bulan ramadhan begitu edukatif untuk mendidik bangsa.
Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan. Di bulan puasa kita diharuskan sungguh-sungguh dalam beribadah, menetapkan niat yang juga berisi tujuan kenapa dilakukannya puasa. Tujuan puasa adalah untuk melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi, kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala amal ibadah.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah. Bulan ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana. Setiap hari kita membeli kue dan minuman untuk berbuka puasa. Dari sekian banya kue dan minuman yang kita beli. Hanya minuman segelas teh buatan kita sendiri yang diminum. Yang lain banyak tertinggal dan sebagian terbuang keesokan harinya. 
Hal ini menyadarkan kita, bahwa apa yang kita beli banyak-banyak sebelum berbuka, hanyalah hawa nafsu saja. Kebutuhan kita hanyalah segelas teh manis! Mengapa kita harus membeli banyak-banyak minuman dan kue-kue yang akhirnya tidak kita makan? Hal ini menyadarkan kita betapa kita harus hemat, membeli sekedar yang dibutuhkan. Kelebihan uang yang kita punyai mungkin dapat kita sedekahkan bagi yang lebih membutuhkan melalui cara apapun.
Kita mesti berupaya agar ritualitas dan rutinitas puasa ramadhan memberi dampak kedisiplinan dalam kehidupan sehari –  hari. Di samping beragam aktivitas yang dilakukan secara berkala, seperti membaca Al- Qur’an, bersedekah dan lainnya, rutinitas yang dijalankan dalam bulan ramadhan memang kita akui sangatlah teratur dan tertata sangat tertib, sehingga membuat kita menyadari bahwa ramadhan adalah kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup, yang nantinya akan tercermin dalam kehidupan kita sehari – hari walaupun ramadhan telah berlalu.
 Setiap iktibar dari bulan suci ramadhan kita harapkan mampu mendedikasikan kita semua agar lebih produktif juga di luar bulan ramadhan, karena itulah esensi dari puasa yang mabrur. Semoga!

Share this