Liberal Mesir Khawatir Ikhwan dan Salafi Bentuk Negara Islam

Liberal Mesir Khawatir Ikhwan dan Salafi Bentuk Negara Islam


Diskusi aktual tentang rancangan konstitusi Mesir membuat berang banyak tokoh liberal. Mereka menuduh Ikhwanul Muslimin dan Salafis membatasi hak-hak dasar dan ingin membentuk negara Islam, dan khawatir jika hal itu benar-benar terjadi.

Konstitusi baru Mesir dibayangi turbulensi besar. Dewan konstitusi pertama sesuai undang-undang dibubarkan oleh Mahkamah Administrasi Tertinggi dan juga dewan konstitusi yang kedua terancam bubar.
Masih banyaknya proses di pengadilan terhadap institusi Mesir, menjadikan amat sulit mengawasi semua hal. Sidang dewan konstitusi yang sedang berlangsung, didominasi kelompok Islamis dan membahas rancangan konsitusi yang sudah hampir matang serta diperdebatkan dengan sengit.

Apakah dewan konstitusi ini, juga akan dibubarkan atau tidak, akan diputuskan oleh mahkamah tata usaha negara Mesir pekan mendatang. Keputusan yang sebenarnya sudah harus dikeluarkan Selasa (02/10) kembali ditunda.

Liberal Mesir Aktif Kritik Rancangan Konstitusi Baru
Sementara itu serangan terhadap Dewan Konstitusi terus berlanjut. Ragab Saad Taha, ilmuwan pada Pusat Kajian untuk Hak Asasi Manusia juga memiliki rasa skeptis seperti banyak pakar lainnya. Kritik sudah dilontarkannya sejak kualifikasi anggota Dewan konstitusi. „Sidang konvensi konstitusional mengalami krisis besar. Di satu sisi akibat dominasi Islamis, tapi di sisi lain juga karena kurangnya anggota Dewan konstitusi yang berkualifikasi. Hampir tidak ada pakar untuk hukum konstitusi.“

Kubu liberal menuduh sidang Dewan konstitusi yang didominasi anggota Ikhwanul Muslimin dan Salafis antara lain ingin membatasi hak-hak dasar.

Ragab Saad Taha mengritik pembahasan mengenai pembatasan kebebasan informasi. “Ada sebuah pasal yang mengijinkan pelarangan penyebaran informasi, jika itu menyangkut keamanan nasional. Misalnya pemerintah atas nama keamanan nasional melarang Universitas Amerika di Kairo menggunakan buku-buku sejarah tertentu.” Buku-buku yang dimaksud membahas antara lain tentang militer yang berkat propaganda puluhan tahun, menikmati status pahlawan di kalangan masyarakat Mesir.

Buku mengenai militer yang terlalu kritis tidak dikehendaki. Memang larangan ini masih berada di bawah konstitusi yang berlaku saat ini, namun prinsipnya sama. Karena tidak ada definisi untuk istilah “keamanan nasional”, maka paragraf semacam itu dapat disalahgunakan oleh pemerintahan masing-masing.

Kekhawatiran masih terus berlanjut. Banyak kritisi berpendapat, bahwa Ikhwanul Muslimin dan Salafis ingin membentuk negara Islam. Salafis telah meminta agar cendekiawan Islam di Universitas Al Azhar di masa mendatang memutuskan apakah undang-undang dapat dipadukan dengan prinsip hukum Islam. Universitas Al Azhar adalah salah satu pusat terpenting untuk penetapan hukum Islam Sunni. Bagi Ragab Saad Taha, ini berarti di atas parlemen terpilih terdapat institusi keagamaan.

Mahmoud Mostafa Saad, ketua urusan pers Partai kebebasan dan Keadilan Ikhwanul Muslimin mengatakan: “Universitas Al Azhar akan dilibatkan dalam diskusi pertimbangannya, tapi keputusan akhirnya tetap akan dilakukan oleh parlemen. Mayoritas sidang Dewan Konstitusi sepakat bahwa institusi ini hanya merupakan dewan penasihat.”
Selain itu yang juga mungkin dibatasi adalah kebebasan berkeyakinan. Salafis dan Ikhwanul Muslimin tidak meragukan bahwa hanya warga Muslim, Kristen dan Yahudi yang diijinkan melakukan praktik agamanya. Tapi tidak misalnya untuk warga minoritas Bahai (salah satu sekte Yahudi yang sesat).

Osama Nour El-Din, pimpinan urusan keilmuan Partai Kebebasan dan Keadilan menyampaikan alasan dalam pernyataan berikut: “Warga Mesir seiring perjalanan waktu tidak pernah memeluk agama lainnya. Tradisi kami tidak mengijinkan kepercayaan ini diterima di dalam masyarakat, karena itu akan memicu banyak konflik di masyarakat.”

Apakah Dewan Konstitusi akan Bubar?
Untuk lebih memberi bobot pada kritiknya, anggota non Islamis dari Konvensi Konstitusional Mesir kini menggalang persatuan. Mereka kini bahkan mempertimbangkan membentuk Dewan Konstitusi alternatif. Meski demikian sebelumnya upaya senada mengalami kegagalan.
Juga seandainya Dewan Konstitusi saat ini dibubarkan, amat kecil kemungkinannya hal itu akan mengubah keadaan, menurut pendapat Ragab Saad Taha. Jurubicara Ikhwanul Muslimin mengatakan, bahwa ketua sidang parlemen akan ditugaskan kembali dengan anggota yang sama. Jadi rancangan konstitusi saat ini masih akan terus diolah.
Rep/Red: Alif Fayyadh 
Sumber: dw.de

Share this