Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan, mengatakan, dalam Syariat Islam,
tidak ada aturan yang secara jelas membahas perempuan duduk ngangkang. Hal tersebut
disampaikan untuk menyikapi Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, yang akan
memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda
motor.
Menurut
Amidhan, hal tersebut lebih menyangkut etika dan sopan santun, bukan pada hukum
Syariat Islam. Bahkan jika dengan duduk ngangkang,
lanjut Amidhan, tidak membahayakan ketika mengendarai sepeda motor, maka hal
tersebut justru dianjurkan.
“Kalau
dengan duduk ngangkang
(perempuan) tidak jatuh dari motor, ya boleh-boleh saja. Daripada duduk searah
tapi membahayakan diri sendiri,” katanya ketika dihubungi Okezone melalui telefon,
Rabu 2 Januari malam.
Asal
saat mengendarai sepeda motor, perempuan tersebut tidak berlebihan dan
memamerkan auratnya, maka duduk ngangkang
hukumnya sah. Selain itu, dalam keadaan darurat, seorang perempuan juga
diperbolehkan membonceng laki-laki yang bukan muhrimnya.
“Untuk
kepentingan yang mendesak, maka hal tersebut di-ma’fu (dimaafkan),” tambahnya.
Kendati
demikian, menurut Amidhan, aturan yang akan diberlakukan di Lhokseumawe itu
karena sebagai daerah otonomi khusus sehingga dapat membuat aturan tersendiri.
Ada tiga hal yang menjadi landasan diterbitkannya suatu aturan baru yakni, pada
aspek budaya, pendidikan, dan Agama Islam.
“Jika
ada warga yang protes dengan aturan itu, maka mestinya ditanyakan dulu sebelum
diberlakukan,” lanjutnya.
Larangan
perempuan ngangkang
ketika mengendarai sepeda motor, tambah Amidhan, bisa jadi hanya cocok
diberlakukan di Aceh dan beberapa daerah lain yang memiliki kebiasaan atau
budaya menutup aurat.
“Seperti
Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat yang kental nuansa agamanya, perempuan
kalo dibonceng duduknya satu arah. Itu bukan karena aturan agama, melainkan
kebiasaan dan budaya di sana,” tuturnya.
Berbeda
halnya ketika di kota besar seperti Jakarta, perempuan yang duduk satu arah
ketika dibonceng sepeda motor justru mengancam keselamatan jiwanya. Sebab
kondisi lalu lintas yang padat dan macet, membuatnya rawan jatuh.
“Kondisional
aja, itu gak cocok kalau diterapkan
di kota-kota besar seperti Jakarta,” tutupnya