Oleh Umar Rafsanjani – Persoalan ini sebenarnya
sudah sangat usang, dan sampai kapan pun tidak akan selesai untuk
dibahas dan tidak akan ada titik temu antara pihak pro dan kontra
terhadap pemahaman yang dikenal dengan istilah ‘Wahabi’. Jauh sebelum
kita dilahirkan, ulama dan cendekiawan tersohor sudah mencoba duduk
untuk merembuk persoalan ini, tetapi tidak tercapai suatu kesepakatan
yang diperoleh melainkan masalah baru yang semakin bertambah.
Ketika membaca tulisan Khairil Miswar kemudian disebut KM (Harian
Aceh 20/01/10) yang bertema “Hentikan Stigma-stigma Sesat terhadap
Wahabi” maka penulis juga ingin nimbrung dan mencoba mengetengahkan
tanggapan terhadap substansi permasalahan yang dilempar oleh KM ke
publik. Karena penulis melihat ada beberapa masalah yang perlu direvisi
keabsahannya.
Begitu semangatnya KM untuk membahas masalah ini sehingga dengan
antusiasnya KM berkata bahwa sedikit pun KM tidak gentar untuk terus
menulis tentang keyakinannya itu, kendatipun di sana banyak orang-orang
yang tidak sejalur dengannya. Jika diteliti lebih lanjut sebenarnya
apasih yang membuat KM begitu bersemangat seperti seolah-olah mau
berjihad di medan perang untuk mencapai pahala syahid? Ya, mungkin saja
di antara salah satu penyebabnya adalah KM sudah sangat yakin dan
percaya terhadap pemahaman dan keyakinannya itu.
Tetapi dari sisi lain sebenarnya KM juga harus menyadari bahwa
masalah ini bukanlah masalah yang baru dalam konteks Islam. Dan KM juga
jangan lupa bahwa masalah ini juga bukan hanya terjadi di Aceh, yang
kesannya nanti orang-orang Aceh yang kontra Wahabi tervirus oleh doktrin
dari kalangan Tengku Dayah yang kapasitas ilmunya terbatas. Jika memang
di sana ada banyak orang yang bersikap brutal dalam merespon
pihak-pihak yang pro terhadap Wahabi, tetapi keadaan brutal ini juga
sebenarnya terjadi di kalangan pro Wahabi dalam menolak pendapat
pihak-pihak yang kontra Wahabi. Contohnya seperti KM yang begitu ngotot
dan bersemangat dalam persoalan ini. Jadi, apa bedanya?
Sungguh sangat berlebihan anggapan KM yang menyatakan bahwa mayoritas
orang Aceh ketika mendengar istilah Wahabi langsung merah menyala
wajahnya, telinga mengembang(capang), kaki terhentak, bertemu dua sisi
gigi (kap igoe). Namun bagi penulis tetap berprasangka baik, mungkin
saja KM hanya menggunakan kata-kata kiasan atau sindiran yang mudah
untuk dipahami, atau sekedar meluwahkan geramnya karena sudah tidak
tahan lagi terhadap komentar kawan-kawan yang tidak searah dengannya.
Tetapi pada prinsipnya hal-hal yang demikian kurang etis untuk
dibiasakan, apalagi jika terjadi di dalam forum yang mana di sana ada
dua elemen yang saling kontroversial.
Siapa Wahabi?
Penulis rasa KM begitu ringkas dalam mendefinisikan dan menceritakan
siapa itu Wahabi. Lagipula rujukan KM hanya berlandaskan kitab-kitab
Ulama-ulama yang pro Wahabi, yang secara automatis Mereka akan membela
dan menceritakan yang baik-baik saja tentang Wahabi. Oleh itu di sini
penulis akan memperkenalkan siapa itu Wahabi dari versi lain.
Gerakan Wahabi diasaskan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
At-Tamimi (1703 M–1791 M) lahir di Uyainah Utara Riyadh di daerah Nejad
Arab Saudi. Bapanya adalah seorang kadhi di Nejad yang berpegang kepada
akidah Ahli Sunnah wal-Jama’ah.
Selain berguru dengan bapanya beliau juga berguru dengan Ulama-ulama
Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah di Mekah dan Madinah. Gurunya yang terkenal di
Madinah ialah Syeikh Muhammad Hayat yang menulis kitab Al-Hashiyah ‘Ala
Sahih al-Bukhari. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan seorang Ulama
yang banyak dipengaruhi oleh Mazhab Hanbali tetapi pegangan tauhidnya
berasaskan fikrah (pemikiran) Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim yang juga
bermazhab Hanbali pada awalnya.
Beliau tertarik dengan pemikiran dua pemikir ini dan mencoba
menghidupkan kembali konsep pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim.
Ibnu Taimiyyah ( 1263 – 1328 M) adalah seorang pemikir besar umat Islam.
Pemikiran Ibnu Taimiyyah menimbulkan bantahan beberapa Ulama berfahaman
akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang sedang menguasai pemikiran akidah
pada masa itu sehingga ia di penjara, dilarang menulis dalam penjara dan
akhirnya meninggal dunia dalam penjara di Damsyik Syiria.
Ibnu Qayyim (1292 – 1350 M) adalah juga murid kepada Ibnu Taimiyyah.
Secara umumnya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul ketika pengaruh
Mazhab Hanbali sedang merosot dan umat Islam pada masa itu banyak
melakukan pencemaran akidah menurut Mereka seperti khurafat, bid’ah, dan
wakil Gubernur Turki pula terlibat dengan koropsi. Beliau telah
melancarkan reformasi dan pembaharuan di semenanjung Arab dalam usaha
membersihkan dan mengembalikan umat Islam kepada ajaran sebenar al-Quran
dan Hadis Rasulullah SAW.
Usahanya mendapat sokongan beberapa pemimpin kabilah Arab di Nejad.
Berasaskan gerakan reformasi inilah maka ia beruasaha menghapuskan
segala macam bid’ah, khurafat dan berbagai perbuatan yang membawa kepada
syirik menurut mereka. Penegak-penegak paham Wahabi ini juga menamakan
pahaman mereka sebagai kumpulan Salafi yaitu kumpulan yang tidak terikat
dengan mana-mana mazhab seperti mana yang berlaku di zaman Rasulullah
dan kepemimpinan Sahabat-sahabat selepas Nabi. Bagaimana pun terdapat
juga penganalisis politik Arab bahawa gerakan Wahabi ini lahir sebagai
usaha untuk membebaskan bangsa Arab dari pemerintahan Kerajaan Usmaniyah
Turki yang menguasai Negara Arab pada masa itu.
Muhammad bin Sa’ud (Pengasas pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang)
telah memimpin kabilah Arab dan mendapat sokongan British (Inggris)
berhasil memerintah Arab Saudi, masa itulah baru timbul nama “Arab
Saudi” diambil dari nama bapaknya “Sa’ud” yang juga mendapat kecaman
dari orang-orang Arab yang lain. Muhammad bin Sa’ud dan pengasas fahaman
Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab telah bersatu dalam usaha mengukuhkan
kepentingan masing-masing dan saling memerlukan.
Kepentingan Muhammad
bin Abdul Wahab untuk menyebarkan da’wahnya sehingga memerlukan bantuan
kerajaan, sedangkan kepentingan Muhammad Bin Sa’ud untuk merebut
kekuasaan Arab sehingga memerlukan massa pendukungnya, dan usaha mereka
berhasil. Kerajaan Usmaniyah Turki gagal mengawal kebangkitan Muhammad
Bin Sa’ud dan perkembangan gerakan Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab,
kerana sibuk memperkukuhkan penyebaran Islam di Eropa. Menurut sumber
sejarah Ulama Mekah dan Madinah pada awalnya Mereka juga menentang
fahaman Wahabi di mana berlaku isu kafir mengkafir yang hebat di antara
ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dengan Ulama Wahabi kala itu.
Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Sudah menjadi rahasia/pengetahuan umum bahwa kafir mengakfirkan yang
timbul dari kalangan Ulama Wahabi adalah bukan berbentuk fitnah. Selain
disokong oleh tulisan-tulisan ulama-ulama turast (klasik), ulama-ulama
kontemporer juga banyak menulis tentang perilaku Muhammad Bin Abdul
Wahhab dan pengikut-pengikutnya dalam mengkafirkan orang-orang Islam
yang ditinjau dari sudut amalan dan kepercayaannya.
Misalnya saja dengan
mengatakan kepada para penzirah kubur itu syirik berarti mereka telah
menuduh penziarah kubur itu musyrik alias kafir. Dengan adanya larangan
supaya jangan cium tangan apalagi berjalan merangkak mencium lutut dan
kaki guru serta jangan menghormatinya berlebih-lebihan adalah perbuatan
yang dekat dengan syirik bermakna mereka telah menuduh murid itu
musyrik/kafir karena telah menyembah Gurunya.
Padahal kalau ditinjau secara seksama antara iman san syirik adalah
saling bertolak belakang, yang dalam istilah Arab dikatakan dengan
“ziddain” artinya saling berlawan dan tidak akan pernah bersatu dalam
hati, seperti malam dan hari. Kalau siang muncul maka malam akan hilang
begitu juga sebaliknya. Penziarah kubur dengan keadaannya sebagai
seorang Mu’min yang datang ke kubur berarti dia adalah seorang yang
beriman bukan musyrik. Lagipula antara iman dan syirik adalah urusan
hati/batin, jadi yang tau apakah dia itu seorang mu’min atau kafir
adalah yang punya hati itu. Maka siapa pun tidak punya hak untuk menuduh
atau menilai keadaan mutu dan kualitas hatinya seseorang selain Allah
SWT. Perilaku tuduh menuduh seperti inilah yang bersumber dari kalangan
pengikut Wahabi dari dulu sampai sekarang, dan ini fakta. Makanya banyak
Ulama-ulama yang menentang sikap salah kaprah ini.
Benarkah Wahabi Sesat?
Meskipun dalil-dalil yang dibawa oleh Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab
di dalam kitabnya hampir kesemuanya berisikan Ayat-ayat dan Hadis,
tetapi menurut Ulama-ulama Ahli Sunnah yang lain menganggap bahwa
sebahagian dalil-dalil itu tidak sesuai dengan subjek permasalahan.
Misalnya Ayat atau Hadis untuk orang-orang musyrik/kafir ditujukan untuk
orang-orang Islam. Hadis “Syiddah Rihal (pergi ziarah masjid)” hanya
kepada 3 masjid yaitu Masjid Haram, Aqsa, Nabawi di jadikan dalil
haramnya ziarah kubur. Maka sebahagian Ulama Ahli Sunnah menganggap
faham Muhammad Bin Abdul Wahhab ini sesat, maksudnya sesat dalam
pemahaman karena hanya melihat kepada zahir makna nash saja, bukan
berarti sesat keluar dari Islam.
Ini bisa dibaca dalam kitab “Tarikh Aly Su’udiy” karangan Ulama
Libanon yang meninggal di bunuh oleh suruhan pemerintah Arab Saudi.
Kitab “Akhta’ Ibnu Taimiyah fi haqqi Rasulillah SAW wa ahli baitihi”.
Tulisan DR Shabih Ulama al-Azhar Cairo.
Buku “Syawahidul haqq” karya
Syekh Yusuf an-Nabhani. Buku “Maqalatus Sunniyyin” karya Abdullah
al-Harari yang dituduh Ahbasy. Buku “Alla Mazhabiyyah” karya Syekh
Ramadhan al-Bouthi”. Buku “Ibadah-ibadah yang diperselisihkan” karya
Syekh Aly Jum’ah (edisi Indonesia) dan lain-lain. Yang kesemua kitab itu
ada pada penulis dan boleh pinjam. Dan kalau hanya untuk peringkat asas
boleh baca buku-buku karya KH Sirajuddin Abbas Ulama asal Bukit Tinggi
Sumatera Barat. Itu cukup sebagai bukti bahwa ada Ulama-ulama yang
mengatakan bahwa Wahabi itu sesat dan keliru dalam pemahaman.
Jangan Lagi Menghujat?
Penulis rasa apa yang diharapkan oleh KM pada akhir tulisannya agar
tidak ada lagi hujatan-hujatan terhadap Wahabi hanya dengan
keterangan-keterangan yang sepintas lalu KM ketengahkan adalah mustahil
dan sia-sia. Selain yang seperti penulis katakan pada awal-awal tulisan
tadi, juga fakta ini bisa kita lihat hasilnya dari komen kawan-kawan
yang menanggapi di bawah tulisan KM (edisi websete).
Untuk menghidari
segala bentuk hujatan dan sumpah serapah itu, KM tidak cukup dengan
hanya mengandalkan tulisannya serta mengedepankan dan mengandalkan
nama-nama Ulama-ulama terkemuka versi Wahabi seperti Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh
Rasyid Ridha, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz, Syaikh Muhammad
bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashieruddin Al-Bani, Syaikh
Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sederetan ulama lainnya.
Karena pada
waktu sama bagi pihak yang kontra Wahabi juga bisa menulis dan punya
juga andalan Nama-nama Ulama terkemuka versi dan rujukan mereka seperti
Syekh Wahbah Zuhaili, Syekh Ramadhan al-Bouthi, Syekh Aly Jum’ah Mufti
Mesir, Syekh Mutawali Sya’rawi, Syekh Alawi Maliki, Habib Umar, Habib
Aly Jifri dan seluruh Ulama-ulama Dayah Aceh dan Manyoritas Ulama NU di
Indonesia.
Di akhir tulisan ini, walaupun stigma-stigma terhadap Wahabi tidak
akan pernah berhenti tetapi penulis mencoba mengajak para
sahabat-sahabat baik yang pro atau yang kontra Wahabi untuk berdamai dan
lebih banyak membaca, lebih-lebih bacaan-bacaan yang berseberangan. Dan
mari kita beramal menurut ilmu dan keyakinan kita masing-masing karena
semua tujuan kita adalah mencari keridhaan Allah SWT. Walaupaun di sana
masih banyak permasalahan yang tidak pernah ada titik temunya tetapi
kita juga harus ingat bahwa di sana juga terdapat jutaan masalah yang
ada titik temunya alias sepakat. Jadi janganlah dikarenakan ada
perbedaan dalam beberapa masalah menjadi dalang perpecahan Ummat Islam
yang semakin terpuruk abad ini. Semoga saja!.[harian-aceh.com]
*Penulis adalah Alumni Dayah
Darussalam L. Haji, Dayah Al-Azhar Cairo, Dayah Ezzaitunah Tunisia,
Pelajar Pasca Sarjana USM Penang Malaysia.