Banda Aceh—Keluarga Teungku Abdullah Syafii memrotes
penempatan foto mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka itu pada atribut
partai demi kelancaran kampanye kandidat kepala daerah, seperti terlihat
di atribut beberapa partai belakangan ini.
Teugku Beulawan, sepupu Teungku Abdullah Syafii menyatakan,
seandainya Abdullah Syafii masih hidup, ia tak ingin gambarnya ditempel
di atribut partai. Bahkan tak mau menjadi ketua partai.
“Bila masih hidup (seperti semasa hidupnya), dia selalu condong
hatinya kepada yang terbaik, bukan jadi ketua partai. Bila ada dugaan
orang demikian, itu sangat mustahil,” sebut Teungku Beulawan
kepadaPikiran Merdeka, Jumat (6/4), melalui pesan pendek.
Beulawan paham betul gerak-gerik panglima sayap militer yang akrab
disapa Teungku Lah itu. Kata dia, semasa hidup, Abdullah Syafii selalu
memberi amanah atau pesan padanya agar berbakti pada masyarakat Aceh dan
berperadaban baik.
“Dia merincikan satu-persatu cara berbakti kepada masyarakat Aceh,
yaitu rohaniah kepada masyarakat Aceh, kasih sayang kepada masyarakat
Aceh, dan bersifat pelihara kepada masyarakat Aceh,” sebutnya.
Dari amanah itu, Beulawan menyimpulkan, Abdullah Syafii panglima GAM
yang sangat miskin. “Ini wajar-wajar saja, karena dia lahir dari
keturunan miskin. (Harusnya) ini menjadi teladan bagi pemimpin Aceh ke
depan,” sebutnya.
Teungku Abdullah Syafii turut merintis dan mendampingi Hasan Tiro
saat pendeklarasian GAM pada 4 Desember 1976. Ia juga panglima komando
pusat yang mengkoordinir seluruh sayap militer GAM ketika konflik Aceh
mencapai puncak pada akhir 1990-an hingga 2002.
Ia meninggal bersama istrinya dalam kontak tembak dengan TNI di Desa
Blang Sukon, Cubo, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, 22 Januari 2002.
Dimakamkan di desa yang sama.
Tengku Lah di mata tokoh dipandang sebagai seorang berkepribadian
sederhana dan antikekerasan. Ia dilahirkan di Desa Seuneubok Rawa,
Kecamatan Peusangan, Bireuen. Pendidikan terakhirnya hanya sampai kelas
tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan.[pm/mdl]