Majelis Penyusunan Konstitusi baru Mesir akhirnya sepakat mempertahankan syariat Islam sebagai sumber segala hukum setelah melalui perdebatan panjang.
Kesepakatan itu diambil lewat voting dan mayoritas mutlak anggota majelis menyetujui untuk mempertahankan Pasal-2 Konstitusi 1971 yang menyebutkan bahwa syariat Islam merupakan sumber segala hukum, demikian laporan media massa setempat, Rabu (11/7/2012).
Majelis Penyusunan Konstitusi yang anggotanya dari berbagai kalangan masyarakat Mesir termasuk LSM dan pemuka agama tersebut saat ini sedang intensif membahas pasal demi pasal konstitusi baru pengganti UUD 1971.
Pasal 2 UUD 1971 itu menetapkan bahwa Islam merupakan agama resmi negara, Bahasa Arab adalah bahasa resmi, Syariat Islam menjadi sumber segala hukum, dan Al Azhar sebagai otoritas rujukan Syariat Islam.
Ayat dalam Pasal 2 juga menetapkan bahwa para pemeluk agama Kristen dan Yahudi di Mesir dapat secara bebas menjalankan keyakinan agamanya dan masing-masing agama dapat menentukan pemimpin anutan komunitasnya.
Syeikh Agung Al Azhar, Prof Dr Ahmed Al Tayeb, menyambut baik keputusan Majelis Penyusunan Konstitusi itu. "Penetapan syariat Islam sebagai sumber segala hukum itu merupakan harapan umat dan harus tetap dipertahankan di negara ini," kata Syeikh Al Tayeb kepada televisi negara.
Konstitusi Mesir yang berlaku saat ini menjadi kontroversi pascarevolusi penumbangan rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada awal tahun lalu.
Konstitusi 1971 itu mula-mula diamandemen lewat referendum pada Maret 2011, kemudian disusul lagi dengan "Taklimat Pelengkap Konstitusi" yang ditetapkan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) bulan lalu.
Para pengamat menilai, kekisruhan politik Mesir yang kian menghangat saat ini akan mereda setelah konstitusi baru ditetapkan.