Waspada, Kristenisasi di Aceh Semakin Gencar

Waspada, Kristenisasi di Aceh Semakin Gencar

Nama: Agus setiawan


Orang Aceh Di Gaji Belasan Juta Untuk Memurtadkan Saudaranya

Gerakan Kristenisasi dan aksi pemurtadan semakin gencar dilakukan misionaris melalui LSM/NGO asing terhadap anak-anak dan masyarakat Aceh. Berbagai tipu muslihat mereka lakukan mulai membagikan sembako yang disisipi buku-buku, majalah tentang Yesus, memberi uang jutaan rupiah ke setiap keluarga sebagai rayuan masuk Kristen, hingga ditemukan Injil berbahasa Aceh



”Para misionaris ini melakukan berbagai strategi pemurtadan di Aceh dari yang lemah lembut sampai yang terang-terangan,” tegas Sekjen Hilal Merah, Muzakhir Ridho, pada acara Seminar dan Dialog Nasional ”Perubahan Sosial dan Isu Pemurtadan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)”, Kamis (5/1), di Jakarta.

Saat ini, lanjut Ridho, ada pemukiman yang selesai dibangun oleh NGO lalu diberi tanda salib. ”Ini cara (pemurtadan) yang sangat terang-terangan,” ujarnya.

Aroma Kristenisasi di Aceh semakin terasa sejak dua bulan pasca tsunami. Terbukti, ratusan anak-anak Aceh secara bertahap dibawa keluar Aceh untuk disiapkan menjadi pendeta.

Mereka juga mendirikan sekolah taman kanak-kanak (TK) di banyak tempat dan mencekoki dongeng serta lagu-lagu Nasrani. Bahkan, mereka mencuci otak anak-anak Aceh dengan mengatakan Allah tidak adil karena mematikan orang tua sedangkan rumah Allah (masjid-red) tetap berdiri.

Di Meulaboh sudah 50 penduduk asli Aceh yang masuk Kristen. Dikhawatirkan jumlahnya semakin banyak. Ditemukan juga 5.000 jilid buku dalam bahasa Aceh bertuliskan Injil Marhaban. ”Pemurtadan di Aceh ini sudah sangat kritis,” imbuh Ridho.

Sebenarnya para ormas Islam di Aceh sudah melaporkan terang benderangnya pemurtadan di Aceh ke Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) maupun pemda. Tapi, tak kunjung ada reaksi.

Bangun Gereja Besar
Beberapa waktu lalu ormas Islam turun ke jalan setelah mendengar adanya usulan pembangungan gereja tingkat tiga di Aceh. Alasannya, memperluas gereja, karena jamaahnya semakin banyak dan akan menjadikan gereja terbesar di Asia Tenggara.

”Pasca tsunami ini orang Aceh banyak yang tewas, tapi mereka seenaknya mengatakan jamaahnya semakin bertambah. Dari mana pertambahan itu? Berarti mereka telah melakukan pemurtadan, ini yang kita pertanyakan. Makanya, kita menentang jangan sampai diberikan izin mendirikan bangunan (IMB) pembangunan gereja,” tutur Ridlo.

Iming-iming lain yang diajukan NGO asing, merekrut orang-orang Aceh sebagai staf atau pegawainya dengan gaji belasan juta rupiah. Tapi di surat perjanjian kerja tertulis ‘siap sebagai pelayan tuhan’.

Seminar ‘Perubahan Sosial dan Isu Pemurtadan di NAD’ dibagi dua sesi. Pertama mengenai ‘Pandangan Masyarakat NAD terhadap Perbahan Sosial’ dengan pembicaranya selain Muzakhir Ridho, yaitu Abdurrahman Kaoy (tokoh masyarakat Aceh), Agus Shahputra (mahasiswa Aceh), dan Adi SMK. Sedangkan sesi kedua, tanggapan tokoh nasional dan ulama. Menghadirkan KH Mudzakkar Abu Faqih (Koordinator Mudzakarah Ulama dan Habaib), MUI Yogyakarta.

Abdurrahman Kaoy yang juga dosen IAIN Ar-raniry, Banda Aceh, membeberkan, sejak lama para misionaris Kristen berupaya bisa masuk ke Aceh, tapi selalu kandas. Tahun 1984 sempat datang pendeta dari Jerman akan mendirikan pusat pengembangan Kristen, namun ditolak. Pada 1994 utusan dari kepausan datang ke Aceh. Mereka merayu 24 anak untuk masuk Kristen. Tapi dua bulan di Aceh, dia tidak sanggup melaksanakan tugasnya.
Akhirnya dia mengubah strategi mengambil anak-anak miskin, masyarakat yang sakit tidak mempunyai biaya, dan anak-anak jalanan. ”Mereka ini akan dijadikan pastor,” papar Kaoy.

Pasca tsunami, tepatnya 2 Januari, Hilal Merah mengakses email yang isinya agar umat Nasrani segera membantu Aceh. Alasannya, terjadinya tsunami Aceh sebagai cara tuhan untuk merebut Aceh yang selama ini pintunya tertutup.

”Kami minta pemerintah jangan diam saja. Harus segera melakukan sesuatu. Kita akan minta kepada presiden agar NGO yang merusak keimanan dan merubah tatanan sosial di Aceh segera diusir dari Aceh,” tegas Abu Faqih.

Aktivitas Misionaris Pasca Tsunami Terjadi Dipedalaman Aceh
Kordinator Muzakarah Ulama dan Habaib Kyai Haji Mudzakir Abu Faqih menyatakan, indikasi permurtadan yang dilakukan orang-orang yang tergabung dalam LSM asing pada anak-anak Aceh paska tsunami memang benar terjadi. Hal ini dibuktikan dengan temuan benda-benda berupa tanda salib dan buku injil yang diselipkan dalam bantuan ke Aceh dan juga melalui doktrin-doktrin yang isinya membujuk anak Aceh dengan cara membandingkan antara Allah dengan tuhan mereka.

“Orang asing yang bisa berbahasa Indonesia telah mendoktrin anak Aceh dengan mengatakan, ‘Lihat Tuhan kamu tidak adil, kejam, rumah kamu saja dihancurkan tapi rumahNya (mesjid-red) tetap Ia jaga’,” papar KH. Mudzakir menirukan perbincangan antara misionaris dengan anak-anak Aceh yang sempat didengar oleh para relawan Muslim. Menurutnya, temuan tersebut diketahui berdasarkan laporan para relawan yang bekerja di Aceh sejak awal bencana tsunami dan kegiatan tersebut terjadi hampir di seluruh wilayah Aceh. Terutama di kawasan pedalaman yang tidak terjangkau oleh relawan dari Indonesia.

“Kasus demikian banyak sekali ditemukan, apalagi yang tidak terlihat, belum bisa dihitung,” sambung Mudzakir yang dijumpai dalam acara seminar dan dialog “Perubahan Sosial dan Pemurtadan Paska Tsunami di Aceh’ di gedung Joang, Jakarta, Kamis (5/1).

Ia menilai, situasi sulit telah memicu masyarakat Aceh bersikap pasrah dengan segala bentuk bantuan. Namun jika dibiarkan, akan merusak akidah dan budaya masyarakat Aceh.

Kyai Haji Mdzakir menambahkan, pola-pola pemurtadan yang umumnya dilakukan oleh para misionaris paska tsunami melalui cara adopsi anak, memberikan bantuan dan pendekatan melalui pendidikan. Sedangkan yang melalui video atau kaset, belum ditemukan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Hilal Merah, Hilmy Bakar Almas Caty menilai gerakan misionaris di Aceh paska tsunami sangat tangguh dan berani mati. Langkah awal yang mereka targetkan adalah membuat masyarakat Aceh tidak bangga menjadi umat Islam.

Kerja BBR Belum Maksimal
Hilmy juga menilai kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-BRR yang dibentuk pemerintah belum maksimal. Ia menyayangkan BRR yang sudah mengeluarkan izin bagi LSM non Muslim yang akan membangun mesjid.

“Pembangunan yang dipelopori oleh BRR tidak tepat sasaran, tidak jelas konsepnya. Contohnya, LSM Katolik Church Relief Service (CRS) berencana membangun mesjid di 6 tempat di daerah Aceh. Saat ini proposalnya sudah ada di Pemda,” papar Hilmy.

Menurutnya, konsep pembangunan yang dilakukan BRR tidak sesuai dengan agama dan budaya masyarakat Aceh yang pada dasarnya sangat membutuhkan bantuan yang sifatnya spiritual dan bukan materil.

“BRR tidak mengerti syariat dan budaya masyarakat Aceh. Ini sangat meresahkan masyarakat dan BRR juga sangat arogan dengan menganggap lembaganya sebagai rekomendasi AS,” jelas Hilmy.

Menyikapi masalah ini, gabungan beberapa ormas Islam akan mengirimkan kembali para relawannya. Mereka akan memfokuskan pada bantuan spiritual yang akan dilakukan oleh para da’i dan pendidik yang jumlahnya sekitar 1.000 orang. Selain itu ormas Islam akan merekomendasikan pada presiden agar segera mengambil tindakan tegas dalam menyikapi pergeseran budaya di Aceh. Karena sebagai daerah yang diberi kewenangan pelaksanaan Syariah Islam, implementasi yang dilakukan Pemda terkesan sangat lambat. Ormas-ormas Islam ini juga akan mendesak presiden untuk memulangkan LSM yang tidak mampu bekerja secara manusiawi serta membubarkan BRR jika tidak mampu bekerja secara efektif.

Hilmy berharap Presiden SBY segera merespon rekomendasi tersebut, sehingga menjadi permasalahan di masa datang yang dapat memicu perang antar agama.
(novel/ln)
  • Hadiah mie bagi siapa saja yang mau berpindah ke agama Kristen, itu sudah kuno
    Hadiah mie bagi siapa saja yang mau berpindah ke agama Kristen, itu sudah kuno. Sejalan dengan perkembangan zaman, nilai hadiahnya mengalami peningkatan yang luar biasa. Konon, siapa pun yang berhasil mengajak 8 orang Muslim masuk Kristen akan mendapat hadiah sebuah mobil yang masih gres dan on the road. Belum lagi bonus-bonus lainnya yang disebut sebagai plus-plusnya. Hal itu terjadi di kawasan Sukabumi dan sekitarnya.Sementara untuk mengkristenkan sejumlah masyarakat di kawasan Kabupaten Tangerang yang menjadi target sasaran utama bagi misionaris itu, telah disediakan dana mencapai kurang lebih Rp 16 triliun. Di samping memiliki dana yang sangat besar, proyek pemurtadan ini telah menerjunkan ‘petugas lapangan’ yang memiliki trik-trik kampiun dan licin. Sehingga sepak terjang mereka selama ini nyaris sulit terdeteksi. Demikian diungkapkan Ketua Umum Pergerakan Islam untuk Tanah Air (PINTAR), Drs. Muhammad Alfian Tanjung kepada Jurnal Islam, belum lama ini.
    Melihat kenyataan semacam itu, pihak PINTAR lantas melakukan investigasi. Hasilnya? Telah ditemukan sejumlah warga masyarakat yang semula Muslim berganti memeluk Kristen. Itu berarti masyarakat Muslim di Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Tanggerang harus meningkatkan kewaspadaannya. Tanpa kewaspadaan yang tinggi, dikhawatirkan masyarakat Muslim di Tangerang bisa berangsur-angsur ‘punah’ dan berganti menjadi pemeluk Kristen.
    Haji Suhandi seorang purnawirawan ABRI yang sekarang menjadi kontraktor mengaku banyak mengetahui proses pendangkalan akidah dan proses berpindahnya umat yang sudah memeluk agama Islam ke agama Kristen.
    Di kawasan Tigaraksa, tempat bermukimnya, misalnya, “misi kristen mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK), di antaranya kursus keterampilan pertanian yang diberikan secara cuma-cuma. Selain itu, mereka sangat royal memberikan bantuan untuk membeli sembako dalam bentuk uang.
“Memang sekali dua kali tidak terasa. Tapi kalau terus-menerus, lama-lama mereka yang telah diberi bantuan akan tertarik juga. Setelah itu, mereka diajarkan tentang paham-paham agama Kristen. “Dengan proses demikian, tanpa terasa, mereka tergiring masuk dalam jebakan misi Kristen itu,” ujar H. Suhandi, 60 tahun.

CRS menghabiskan $118 juta di daerah Tsunami. Mereka memberi perahu gratis pada nelayan. MAF menambah armada pesawat terbang. LSM Kristen makin mantap, ormas Islam sibuk Pilkada?

Hampir setengah tahun gelombang tsunami melanda Aceh, namun kini gemanya hampir tak terdengar lagi. Perhatian banyak orang yang dahulu tumpah ruah, kini nampaknya sudah makin sepi. Umat Islam juga mulai sibuk, sementara organisasi-organisasi Kristen justru makin mantap.

Catholic Relief Services (CRS), misalnya, beberapa hari lalu mengumumkan bahwa organisasi mereka telah menerima sumbangan untuk tsunami sebesar $153 juta. Sejauh ini, $13,8 juta telah digunakan untuk menyediakan bantuan pemulihan darurat. Sisanya, bantuan itu akan digunakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi kembali selama 5 tahun mendatang. CRS yang bermarkas di Pulo Aceh, dalam laporan Akuntabilitas Keuangan tahap pertamanya, menyatakan organisasi itu telah berkomitmen $150 juta untuk menyediakan rekonstruksi darurat dan jangka panjang kepada lebih dari 600.000 orang di komunitas-komunitas yang terkena tsunami di Indonesia, Sri Lanka dan India.

Dari $150 juta yang dikomitmenkan, CRS akan menghabiskan $118 juta untuk membiayai rencana rekonstruksi untuk 5 tahun di Aceh dan Nias untuk membangun kembali rumah, sekolah, pusat bisnis dan perdagangan, gereja, mesjid, rumah sakit, dan pasar.

CRS juga akan membantu mendistribusikan bahan bangunan dan atap. CRS beserta partnernya juga membersihkan sumur-sumur warga dan mengembangkan fasilitas air untuk mencegah tersebarnya kolera dan penyakit lainnya.

Berbeda lagi dengan Mission Aviation Fellowship (MAF). Organisasi ini berpartisipasi dalam program rehabilitasi membangun Aceh dengan kembali berkomitmen memberi bantuan armada pesawat terbang. MAF dikenal sebagai lembaga gereja yang bisa menembus hutan dan gunung dengan armada-armada pesawatnya.

Minggu kemarin agen misi berusia enam puluh dua tahun yang berbasis di California itu mengirim sebuah pesawat amfibi Cessna Caravan untuk pelayanan jangka panjang di Sumatra. Seperti dikutip http://www.christianpost.co.id akhir Juni nanti, pesawat yang baru lainnya akan bergabung dengan tiga pesawat MAF lain yang sudah ada di lokasi sejak bencana berlangsung.

“Pesawat itu akan mendukung usaha-usaha pemulihan komunitas yaitu tim-tim medis ke daerah-daerah pedesaan untuk mencegah malaria, mengadakan seminar pembersihan air, perawatan kesehatan, vaksinasi; proyek-proyek agrikultural seperti restorasi sawah, kebun dan tanaman; restorasi kehidupan dan bisnis kecil; pembersihan sumur yang terkontaminasi; pendistribusian makanan; konseling psikologis dan sosial; pembangunan kapal, dan proyek-proyek rekonstruksi klinik, sekolah, rumah, dan tempat penampungan, ” demikian kutip http://www.christianpost.co.id/

Beberapa organisasi yang selama ini mendapat pelayanan MAF adalah Samaritan’s Purse, Operation Blessing (Obor Berkat Indonesia), Food for the Hungry, World Relief; Catholic Relief Services; The Red Cross; Habitat For Humanity; dan juga berbagai organisasi pemulihan Indonesia dan Eropa seperti Asia’s Little Ones (didukung oleh AOG); Norwegian Church Aid; International Crisis Mission; dan Swedish Rescue Service Association (SRSA).

Sampai saat ini, lebih dari 80 staf MAF, alumni dan sukarelawan telah berpartisipasi dalam operasi ini termasuk pilot, mekanik, teknisi komunikasi dan aviasi. Kebayakan adalah orang Amerika yang telah dirotasi dari program-program MAF lain di Indonesia, dan dari markas MAF di Redlands, California.

Makin Sedikit
Menurut jurubicara Pos Hidayatullah NAD, drh. Haryono, jumlah organisasi LSM dan Kristen yang berkiprah di Aceh itu makin hari makin bertambah. “Bulan lalu saja, ada sekitar 90-an. Dan itu terus bertambah. Anehnya, jumlah LSM Islam makin tidak kelihatan, ” ujarnya pada Hidayatullah.com.

Diantara organisasi dan LSM Islam hingga kini masih bertahan itu, menurut Haryono adalah; Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Mer-C, Muhammadiyah, BKPRMI, Pelajar Islam Indonesia (PII), FPI, HTI dan Hidayatullah. Karena itu, Haryono berharap, agar umat kembali memberi perhatian pada Aceh.

Hidayatullah sendiri, ujar Haryono, berencana akan membangun 1000 rumah untuk warga berkat kerjasama dengan seorang donatur dari Arab Saudi. “Itu bantuan dari seorang donatur dari Arab Saudi, ” ujarnya.

Mudah-mudahan, gema pilkada tak membuat kita lupa dengan saudara-saudara kita di Aceh. (christianpost.co.id/Cha/Hidayatullah.com)
  • Oleh Dzikrullah*
Tulisan di kaos lengan pendek itu bisa bikin mesem-mesem, “I love Jesus because I’m a Muslim and so is he (Saya mencintai Yesus karena saya seorang Muslim begitu pula dia).” Oleh-oleh isteriku dari Melbourne itu sederhana, tapi mengesankan.

Kaos yang dibuat oleh IISNA, Islamic Information and Service Network of Australasia, itu pesannya sesuatu yang sudah jelas, dan difahami ratusan juta Muslimin Indonesia sejak kanak-kanak. Tapi berapa orang dari kita yang pernah mengatakannya kepada teman-teman kita penganut agama Kristen? Bahwa Jesus alias Nabi Isa As. adalah seorang Muslim, inti ajaran yang dibawanya sama dengan yang dibawa Nabi Muhammad Saw. yaitu tauhid, menolak penyembahan dan pengabdian selain kepada satu Ilah.

Penyimpangan terjadi setelah dirinya diangkat oleh Allah Swt. Beberapa muridnya berkompromi dengan Paulus –orang yang selama hidupnya sama sekali tak pernah berjumpa Jesus–, yang tadinya sangat anti-ajaran Jesus tapi kemudian berbalik jadi penda’wah utama ajaran Kristen. Catatan-catatan pribadinya bahkan kini jadi bagian penting kitab suci Kristen (Bible).

Pauluslah yang mengakomodasi kepercayaan pagan Romawi –bahwa tuhan lebih dari satu, dan menyepakati tiga unsur tuhan yang merupakan kesatuan (trinitas): tuhan Bapa, tuhan anak (Jesus), dan roh kudus. Distorsi ini kemudian mencapai puncaknya, ketika Kaisar Konstantin Agung, raja superpower Romawi waktu itu, menyelenggarakan Konsili Nicea tahun 325 M. Kongres besar Kristen ini memilih teologi Paulus sebagai teologi resmi Gereja, dan menganggap semua aliran Kristen yang lain sebagai heresy (kekafiran). Di Konsili ini, aspek-aspek Ketuhanan Jesus diputuskan lewat pemungutan suara (voting).

Tahun 392 M Kaisar Theodosius mengeluarkan Edict of Theodosius, yang meresmikan Kristen sebagai agama Negara bagi Kekaisaran Romawi. Ketika Kristen secara resmi jadi agama Romawi –yang dicampur-aduk dengan paganisme, resmi pulalah penyelewengannya dari ajaran tauhid Jesus.

Kaos itu sebuah cara sederhana untuk mendudukkan perkara sebenarnya dari pandangan Islam. Jesus adalah nabi. Telah mendahului sebelum dia nabi-nabi lain yang diutus Allah Swt. dengan pesan yang sama: mengingatkan kembali siapa manusia, siapa Penciptanya, dan bagaimana manusia bersikap tahu diri kepada Penciptanya.

Ngomong-ngomong tentang Jesus, ada berita di harian The Washington Post yang menggelikan. Evangelis terkenal Jerry Falwell yang berteman dekat dengan Presiden W Bush bilang begini, “Rakyat di kawasan itu (Aceh) belum pernah mendengar nama Jesus disebut, jadi tak ada salahnya misionaris menyebarkan ajaran Bible sambil membawa bantuan kemanusiaan.”

Ia menanggapi kritik terhadap gerakan Kristenisasi di balik bantuan bagi korban Tsunami di Aceh. Lucunya, wartawan penulis berita itu sendiri yang membantah Falwell, “Tidak benar itu. Sebagai Muslim orang Aceh sudah mengenal Jesus karena nama itu tertera di dalam al-Quran bahkan sejak mereka mempelajarinya di waktu kecil.” Di dalam al-Quran, nama Nabi Isa As. alias Jesus disebut jauh lebih banyak daripada nama Nabi Muhammad Saw.

Yang sering lupa justeru umat Muslim sendiri, bahwa salah satu misi utama Islam adalah meluruskan berbagai ajaran yang bengkok, terutama pada kaum yang menamakan dirinya Yahudi dan Nasrani. Al-Ikhlash yang bagi banyak orang sering biasa disebut surat “Qulhu” turun di masa-masa sangat awal kenabian Muhammad, sudah menohok ulu hati teologi yang menyimpang itu, “Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan…” Tapi, untuk sekedar menjelaskan kebengkokan itu kepada teman-teman Kristen pun umat Muslim Indonesia cenderung enggan. Sebagian karena nggak mau ribut, sebagian karena memang nggak tahu harus bicara apa, karena tak cukup percaya diri.

Jadi, jika kini umat Muslim Indonesia —khususnya yang bekerja membantu Aceh– tak bersikap jelas menghadapi Kristenisasi lewat bantuan kemanusiaan, ya wajar saja.

Di Pulau Aceh, di seberang Pulau We di mana Sabang berada, Catholic Relief Service (CRS) kabarnya sudah mendapat lampu hijau langsung dari Presiden SBY, untuk menangani pembangunan lebih dari 100 rumah penduduk. Lobinya lewat Menkokesra Alwi Shihab. Pulau itu konon sudah lama dikenal sebagai salah satu basis gerakan separatis. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah naik helikopter, mengunjungi daerah-daerah terpencil Aceh, dipandu oleh dua orang petugas dari Obor Berkat Indonesia (OBI), organisasi yang rajin membungkus obat dengan kantong plastik bertuliskan pesan-pesan gereja.

 Lebih dari 70 LSM dari Vatikan ditenteng mendarat oleh dubesnya sendiri masuk ke pedalaman garis pantai Aceh Barat siap mendirikan sekolah-sekolah. Truk-truk logistik World Vision beroda 12 merajai jalan-jalan Banda Aceh.

Apakah rakyat Aceh diam saja, karena mereka sedang butuh bantuan? Tidak. Di lapangan kita mulai mendengar berbagai keresahan mereka, tapi camat dan bupati yang jadi tuan rumah sedang berperan sebagai diplomat. Di satu sisi mereka harus mendengarkan kegelisahan rakyat, di sisi lain mereka tak mau dibilang ‘fanatik’ oleh atasannya. Sedangkan kita sedang menunggu bom waktu. Jika pemerintah menganggap “tidak ada masalah” dengan berbagai gerakan Kristenisasi itu, berarti pemerintah secara tidak langsung sedang mendiamkan proses menuju terjadinya insiden-insiden yang akan punya daya tarik internasional.

Logika sehatnya, kehadiran orang-orang misi Kristen di Aceh –sebuah negeri Muslim, justeru kesempatan bagi rakyat Aceh meluruskan kebengkokan ajaran iman mereka. Di Afghanistan dan Iraq itulah yang terjadi. Ribuan tentara Amerika yang ditugaskan menduduki negeri-negeri Muslim malah bersyahadat sejak Perang Teluk I, Perang Afghanistan, dan Perang Teluk II.

Anda ingat wartawan Inggris Yvonne Ridley, yang disandera oleh pasukan Taliban beberapa pekan sebelum AS menyerang negeri miskin itu akhir 2001? Selama sepuluh hari ditahan Taliban, Yvonne ngamuk hampir tak berhenti. Caci-maki berupa kata-kata kotor diteriakkannya kepada pemuda-pemuda bersurban hitam. Makanan yang diberikan kepadanya dilemparkan ke wajah pemuda-pemuda bergamis itu. Tak sekalipun mereka membalas amukan Yvonne. Beberapa pekan setelah dibebaskan dan berada di London, Yvonne malah bersyahadat. Untuk korban Tsunami di Aceh, Yvonne memandu sebuah lelang amal live di televisi bagi ICR (Indonesian Children Relief) dan Muslim’s Hand, organisasi bantuan kemanusiaan Muslim di negeri itu. Seorang pria menyumbangkan mobil Mercedes Benz lewat Yvonne.

Tapi kenapa logika sehat yang terjadi di Iraq dan Afghanistan tidak berlaku di Aceh? Kenapa hati kita dilanda kecemasan serius akan aqidah rakyat Nanggroe Aceh Darussalam, yang oleh bangsa kita dikenal kuat berpegang pada Islam? Sejujurnya, itu karena kita melihat dengan mata sendiri, pelan-pelan Islam tak lagi terlihat begitu kental di jalan-jalan Aceh. Gadis-gadis Aceh sudah tak segan lagi menonjolkan auratnya, bahkan bertempelan badan dengan lelaki yang bukan muhrimnya, di atas motor dan di pasar-pasar. 

Getar suara adzan sudah tak lagi mengundang cukup banyak orang untuk datang ke masjid. Rokok dan kopi jauh lebih mengasyikkan bagi lelaki Aceh ketimbang mengirup segarnya al-Quran. Demikian, kata sahabat-sahabatku orang Aceh sendiri. Dan sejujurnya juga, dalam hal-hal itu, bukan hanya Aceh tetapi diri kita sendiri di luar Aceh pun patut kita cemaskan.

* Kolumnis hidayatullah.com

Penganut Kristen harus dan perlu dibedakan dalam tiga golongan:
Pertama, penganut Kristen yang buta (tidak tahu dan tidak faham agama Kristen, tidak pernah membaca dan mempelajari Bibel, tidak pernah ke Gereja dan kalau ditanya tentang agama Kristen, mereka tak dapat menjawab secara argumenentatif.

Kedua, penganut Kristen yang menjadi qissiis dan rahib (mendalami ajaran Kitab Suci Injil dan mengamalkannya), seperti yang diungkapkan al-Qur’an surah al-Maa-idah ayat 82-83, yang kalau terdengar oleh mereka penyampaian wahyu kepada Rasul Allah, mereka menangis dan menyatakan beriman kepada Allah.

Ketiga, penganut Kristen seperti yang diungkapkan Allah di dalam al-Qur’an (Al-Baqarah: 120) bahwa Yahudi dan Nasrani tidak senang kepada Islam sehingga umat Islam mengikut agama mereka. 

Nah, yang berbahaya bagi umat Islam ialah penganut Kristen golongan terakhir ini.
Golongan terakhir inilah yang secara gigih berupaya memurtadkan (mengkristenkan) umat Islam, yang dalam perkembangan selanjutnya dikatakan kristenisasi. Upaya ini telah berlangsung sejak lama, termasuk di Indonesia. Hanya di Indonesia, ketika Orde Baru jaya, banyak pejabat negeri ini tidak percaya bahwa kristenisasi besar-besaran telah dan sedang terjadi di Indonesia. Tetapi setelah dikeluarkan buku Fakta dan Data tentang kristenisasi di Indonesia oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, banyak yang terperangah dan yakin bahwa pihak misionaris zending telah bekerja keras siang-malam untuk mengkristenkan umat Islam secara khusus. Ironisnya, pada Orde Reformasi di Indonesia, upaya kristenisasi itu semakin berani dan terbuka bahkan keji. Mereka menggunakan Al-Qur`an dan Hadits dengan pengertiannya yang sengaja diputarbalikkan untuk membenarkan ajaran sesat mereka, dan sekaligus untuk mengelabui umat Islam, agar sudi masuk Kristen. Berbagai trik halus mereka lakukan, di antaranya bergerilya dengan kedok “dakwah ukhuwwah” dan “shirathal mustaqim” secara gencar dan tersembunyi. Gerakan ini dikoordinasi oleh Yayasan NEHEMIA yang dipelopori Dr Suadi Ben Abraham, Kholil Dinata dan Drs. Poernama Winangun alias H. Amos.

Yang dimaksud dengan Kristenisasi dalam konteks ini menurut YB Sariyanto Siswosoebroto ialah mengkristenkan orang (non Kristen) secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang mungkin agar adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan ajaran agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan tersiar luasnya agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial penduduk diatur dan berpusat ke gereja.

Upaya kristenisasi yang gencar itu dilancarkan bukan hanya terhadap orang-orang yang belum beragama atau yang menganut kepercayaan animisme saja, tetapi juga terhadap orang yang telah beragama Islam. (Beberapa keluarga penganut Islam berhasil diKristenkan).

Di kalangan penganut Kristen, pengkristenan dipercayai sebagai satu tugas suci yang dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh ditinggalkan. Mengkristenkan orang dianggap sebagai membawa kembali anak-anak domba yang tersesat, dibawa kembali kepada induknya. Manusia-manusia sebagai anak domba akan dibawa kepada kerajaan Allah.

Dan kristenisasi merupakan usaha internasional. Artinya upaya mengeristenkan umat manusia dilakukan ke seluruh dunia, sedang dalam pengertian politik ialah: Berusaha melahirkan undang-undang ataupun peraturan atau tindakan dan sikap penguasa, yang memberi kesempatan lebih banyak lagi bagi tersiarnya agama itu atau menguntungkan bagi agama itu. Apabila penyebaran Kristen dalam masyarakat telah berhasil dan dalam bidang politik berhasil pula, maka terbukalah jalan yang selebar-lebarnya untuk menjadikan keseluruhan masyarakat bernapaskan Kristen, sehingga diharapkan dengan cepat umat Kristen akan menjadi mayoritas, seperti di Filipina, yang sekarang ini ternyata menjadi basis perluasan Kristen ke seluruh Asia Tenggara.

Usaha Kristenisasi itu dilakukan dengan segala daya, biaya, peralatan yang lengkap, rencana yang masak, tehnik yang tinggi, kemauan dan kesungguhan yang mantap dan kuat, keyakinan yang mendalam serta melalui segala jalan dan saluran yang meresap dalam hampir semua aspek kehidupan manusia — sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik dan segala macam hiburan.


pada masa sekarang ini, mungkin kita masih bisa berpikir bahwa kita tak akan berhasil di kristenkan,tapi siapa yang bisa menjamin anak cucu kita? sekaranglah kita harus bergerak, ingat ini adalah masalah aqidah, tidak boleh berkompromi dalam hal ini. dan musuh kita adalah kafir harbi, yaitu kafir yang telah mengganggu agama kita. namun jika mereka tidak mengganggu aqidah islam,maka harus kita lindungi.


silahkan berkomentar.

Share this