Umat Budha Aceh Desak Myanmar Hentikan Kekerasan

Umat Budha Aceh Desak Myanmar Hentikan Kekerasan

Kecaman terhadap aksi kekerasan yang menimpa umat muslim Rohingya di Myanmar, terus berdatangan. Bukan hanya dari umat Islam, tapi kalangan tokoh Budha di Aceh juga menyatakan akan segera mengirimkan surat kepada Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) agar mengirimkan nota protes dan mendesak junta militer Myanmar menghentikan aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya. 

“Kita di sini (umat Budha di Aceh -red) tidak punya bhiksu dan tidak ada perwakilan Walubi. Jadi, kita harus duduk dulu dengan tokoh lain untuk kemudian mengirimkan surat desakan kepada Walubi Pusat,” kata Yuswar SE, tokoh masyarakat Budha dan Tionghoa Aceh, kepada Serambi di Banda Aceh, Senin (30/7).

Pernyataan ini diungkap Yuswar di depan Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Aceh, Safaruddin SH yang mendesak agar masyarakat Budha di Aceh ikut memberikan tekanan kepada komunitas Budha di Myanmar untuk melindungi umat Islam yang merupakan kelompok minoritas di sana. 

“Dari beberapa situs berita ditulis bhiksu Budha ikut memboikot bantuan kemanusiaan untuk muslim Rohingya, makanya kita mau meminta agar umat Budha di Aceh ikut mendesak komunitas Budha di sana, agar melindungi muslim seperti kita melindungi mereka di sini,” kata Safaruddin. 

Terkait hal ini, Yuswar yang menjabat Ketua Dewan Pengawas Yayasan Buddha Banda Aceh menyatakan keprihatinan dan penyesalan terhadap tragedi pembantaian etnis muslim Rohingya oleh junta militer Myanmar. Ia berharap dunia bisa segera bersikap sehingga aksi kekerasan ini tidak merembet ke daerah lain dan tidak menimbulkan kekerasan yang bermuatan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). 

“Kami berharap kita tidak menggeneralisir aksi kekerasan di Myanmar dengan umat Budha. Karena kekerasan di Myanmar itu dilakukan oleh penguasa junta militer. Apa yang terjadi di sana, latar belakangnya, dan kondisinya bagaimana, kita juga tidak tahu pasti,” ujar Yuswar. 

Selain menjabat Ketua Dewan Pengawas Yayasan Buddha Banda Aceh, Yuswar juga menjabat Ketua Yayasan Vihara Dharma Bhakti, Dewan Oebasihat Vihara Budha Sakyamuni Banda Aceh, serta aktif di berbagai organisasi massa dan relawan kemanusiaan, seperti Pemuda Pancasila, Perbasi, KONI, Orari, dan PMI.

Menurut Yuswar, Aceh patut menjadi contoh bagi toleransi kehidupan umat beragama. “Terus terang, sepanjang sejarah Aceh belum pernah ada konflik antaragama. Kita harap akan terus seperti ini. Selama ini kita hidup rukun, karena toleransi beragama di Aceh sangat baik,” ujarnya.  

Menurut Yuswar, saat ini diperkirakan jumlah umat Budha di Aceh sekitar 3.500 orang, Sebanyak 2.500 orang di antaranya bermukim di Banda Aceh. “Selama ini kita hidup sangat rukun dengan masyarakat Aceh yang 99 persen muslim,” ujarnya. 

Sebelumnya, Tim Pembela Muslim (TPM) Aceh mendesak Pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh junta militer. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kata Safaruddin, sudah sepantasnya Indonesia berada di garda terdepan untuk membela hak-hak asasi masyarakat muslim Rohingya. 

“Apalagi tragedi kemanusiaan ini dilakukan oleh salah satu negara Asean, maka sudah sepantasnya Indonesia menunjukkan kewibawaannya di depan negara-negara Asean lainnya. Presiden SBY harus menutup Kedubes RI di Myanmar dan mengusir duta besar Myanmar untuk Indonesia. Pemerintah RI juga memberikan perlindungan bagi muslim Rohingnya,” kata dia.

Untuk memperkuat daya tawar dan sebagai bentuk keprihatian, kata Safaruddin, Pemerintah Aceh seharusnya menutup sementara Vihara Budha di Banda Aceh, sampai umat Budha di Myanmar memberikan kedamaian dan jaminan hak asasi bagi muslim Rohingya di Myanmar. 

Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Banda Aceh, Mulyadi Nurdin Lc dalam siaran pers kepada Serambi kemarin, mendesak Pemerintah Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia dan negara penting di Asean, agar proaktif melakukan aksi nyata mengusut tindakan militer Myanmar. 

“Tindakan pembantaian tersebut telah melanggar nilai universal tentang hak asasi manusia dan merusak citra Asean yang selama ini dikenal aman dan menghargai perbedaan etnis dan agama,” kata Mulyadi.

Mulyadi Nurdin juga menyayangkan sikap diam lembaga-lembaga HAM di Indonesia dalam kasus pembantaian etnis muslim Myanmar. “Biasanya mereka vokal terhadap isu di dalam negeri. Tapi kenapa diam seribu bahasa terhadap isu HAM di Myanmar, padahal HAM itu bersifat universal, tanpa batas negara,” ujarnya.

Share this