Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim menilai posisi Indonesia sebagai anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah terancam. Alasannya, Indonesia belum menjalankan semua rekomendasi yang dikeluarkan forum Universal Periodic Review (UPR) pada sidang Dewan HAM PBB 2008.
“Menurut saya, yang dilakukan pemerintah (sesuai dengan rekomendasi) masih sangat minimal. Kalau kita tidak memperbaiki record kita di bidang HAM, posisi kita di Dewan HAM akan rawan dan tidak nyaman,” kata Ifdhal.
Ifdhal mencontohkan pengabaian rekomendasi UPR adalah tidak dilakukannya perubahan legislasi yang mengatur HAM. Di samping itu, penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti di Papua, Aceh, atau tragedi Mei 1998, tidak ada kemajuan berarti. Semestinya, begitu forum UPR menghasilkan rekomendasi empat tahun lalu, pemerintah segera membuat Plan of Action atas rekomendasi tersebut.
“Ke depan, perlu ada pembenahan supaya kita tidak tereliminasi dari keanggotaan Dewan HAM PBB,”katanya.
Saat dihubungi, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, mengatakan tak sesederhana itu mengeluarkan sebuah negara dari keanggotaan Dewan HAM PBB..
“Situasinya tidak demikian. Dalam UPR, setiap anggota PBB mempresentasikan upaya penegakan HAM secara sukarela. Tidak ada model sanksi atau apa,”ujarnya.
Secara terpisah, lembaga Human Right Working Group (HRWG) mendesak pemerintah menerima dan menjalankan rekomendasi UPR. Pemerintah juga diminta jujur memberi dan menerima fakta terkait dengan segala persoalan HAM yang terjadi.
“Pemerintah harus berpikir positif demi kemajuan HAM dan demokrasi di Indonesia.
Jika pemerintah tidak melaksanakan rekomendasi, akan memperburuk citra HAM Indonesia di mata internasional,” kata Direktur Eksekutif HRWG Refendi Djamin dalam konferensi pers akhir pekan lalu.
Forum UPR di sidang Dewan HAM PBB tahun ini akan digelar pada 23-25 Mei di Jenewa, Swiss. Kali ini, secara khusus akan dibahas beberapa isu HAM yang berbasiskan pelanggaran kebebasan beragama, impunitas kepolisian, dan pembiaran kekerasan oleh Kepolisian RI.
“Penegakan HAM di Indonesia akan dibahas khusus selama dua setengah jam,” ucap Refendi.
Dalam forum itu, wakil pemerintah RI akan membacakan laporan HAM versinya, versi organisasi non-pemerintah, dan laporan versi Dewan HAM PBB. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat Indonesia terlibat sebagai pengamat sekaligus mengirim laporan.
“Dua laporan terakhir yang kami kirimkan merupakan pembanding dari versi pemerintah,” ujar Refendi. [003-korantempo]