Jangan Renggut Toleransi di Aceh Lewat Momen Natal

Jangan Renggut Toleransi di Aceh Lewat Momen Natal

1356396525539839845
JIKA bukan tentang syariat Islam, ujung-ujungnya Hak Asasi Manusia (HAM) yang diangkat, jika tidak bisa tembus juga barangkali isu toleransi yang coba digulirkan oleh media.

Ya, bertepatan dengan tanggal merah 25 Desember yang jatuh pada hari Natal ini saya mencoba membaca beberapa berita terkait hari besar umat nasrani di media daring. Tidak lama berselang, salah satu laman media Inggris terkenal BBC  News kanal Indonesia memberitakan tentang perayaan natal.

Dengan judul “Sebagian umat Kristen di Aceh tak bisa gelar misa di gereja” yang dirilis Senin, 24 Desember sore dan ini sontak membuat saya kaget. Kenapa bisa kaget?

Pasalnya, jauh sebelum membaca laman tersebut, aktivitas saya untuk mengecek kicauan @beritaaceh menjadi menu utama dalam mengakses informasi yang ada di lapangan  (dari berbagai daerah di Aceh, -pen) yang diberitakan oleh sejumlah media lokal.

Disinilah, simpang siur isi dari BBC News dengan media lokal terlihat jelas. Hal ini justru sangat rentan, jika berita BBC kanal Indonesia  khususnya dikonsumsi mentah-mentah oleh sejumlah awak redaksi tanpa kroscek di lapangan atau media lokal.

……… tulis BBC (24 Desember)
Pendeta Nico Tarigan dari Gereja Bethel Indonesia mengatakan misa dan perayaan Natal terpaksa dilakukan tertutup karena khawatir adanya ancaman pembubaran dari pihak tertentu.
“Kami sudah dapat tempatnya dan besok kita akan mengadakan ibadah Natal pada pukul 9, di sebuah restoran, kalo tahun sebelumnya bisa lebih meriah ya kita ga punya rasa takut atau khawatir untuk mengadakan ibadah, apalagi Natal kan umum dimana-mana orang merayakan Natal,” kata Nico.
Menurut Nico, perayaan Natal ini berbeda dengan tahun lalu.
Tahun ini sifatnya lebih mencekam begitu takut juga sih, tiba-tiba nanti ada orang atau apa gitu,” tambah Nico.
……… selanjutnya

Sementara itu media lokal TGJ juga memuat berita “Pendeta HKBP : Persiapan Natal 2012 Berjalan Lancar” dari hasil pantauan siang hari yang dirilis pukul 12.26 WIB menyebutkan kondisi aman dan lancar dalam prosesi persiapan misa.

“Persiapannya sudah matang untuk menyambut Natal,” kata Pendeta HKBP Amrin Sihotang, S.Th Senin (24/12/2012).
Menurutnya, saat ini tidak ada gangguan apapun melakukan persiapan dalam menyambut hari besar umat Kristiani. Semua berjalan lancar tanpa ada isu-isu miring menerpa jamaat.
“Sampai saat ini tidak ada hambatan apapun dalam melakukan persiapan,” imbuhnya kembali.

Begitu juga hingga malam pukul 21:33 WIB masih di media sama juga menurunkan berita “Perayaan Misa Natal di Aceh Berlangsung Mulus“.
“Di Aceh kemajemukan umat beragama berjalan lancar. Aceh menjadi contoh untuk kerukunan umat beragama,” ujar tata laksana Natal Gereja Katolik Hati Kudus, R. Nainggolan pada The Globe Journal.
Dia juga mengatakan meskipun Aceh diterapkan syariat islam, tapi masyarakat di sini mash menghargai perbedaan antar agama.

Sementara itu media daring lokal lainnya, Atjehlink juga memberitakan hal yang serupa “Malam Natal Di Kutaraja Aman“.

Lalu apa yang mendominasi media besar dari Helen Boaden bisa segarang itu melihat kondisi di Aceh? bagi orang yang awam media saya merasa ini provokasi yang lagi-lagi memanfaatkan momen hari besar agama dengan mengambil topik intoleransi yang kini hangat dibicarakan di Indonesia.

Ah, rasanya jika tak hati-hati dalam membaca berita di media bisa saja terbawa suasana. Apalagi kebebasan berkicau di media sosial terbuka lebar saat ini tanpa ada filter yang memadai dari si pengguna bisa kacau dan runyam.

Masih ingat beberapa komentar pendatang yang melihat “Serambi Mekkah” di media baik cetak dan elektronik, mereka sering mengatakan, “Aceh itu tidak seburuk yang media kabarkan, jika kita tidak melihat dan merasakan sendiri tentu akan berbeda dari apa yang dikatakan orang lain”.
Sisi negatif yang diangkat media saat ini memang terkesan mengkritik, namun dibalik itu semua juga tersimpan segudang kepentingan tertentu. Hal-hal yang bernilai positif di bumoe endatu kadang dibiarkan larut tidak diekpos ke luar, tapi sebaliknya dengan segala kekurangan dijungkir balik hingga dunia tahu, bahwa Aceh untuk selalu dicap kelam dan seram. Ini sungguh terlalu!
Jangan renggut toleransi dengan provokasi media seperti ini, kita harus yakin hidup berdampingan dengan sesama umat dengan penuh rasa saling percaya tanpa curiga lebih indah dan mulia.[]

oleh aulia , di posting di kompasiana.com

Share this