Minta Maaf Untuk Menang

Minta Maaf Untuk Menang
Maaf. Satu kata yang mudah terucap pada sebagian orang. Akan sangat mahal harganya juga untuk diucapkan  oleh sebagian yang lain. Kata maaf yang meluncur dari seseorang juga bukan tanpa sebab, pasti punya alasan bermacam-macam. Biasanya, kata maaf terdengar usai melakukan suatu kesalahan.
Tadi pagi, saya juga harus melafalkan kata tersebut kepada salah seorang pengendara sepeda motor yang kebetulan melintasi arah jalan yang sama. Sebenarnya saat itu hujan tak lagi lebat, hanya tinggal gerimis, tapi genangan air di badan jalan belum sepenuhnya berpindah ke saluran drainase yang tersedia. Entah karena saya melaju dalam kecepatan tinggi atau memang saya yang ceroboh berkendaraan. Sehingga tanpa sadar terperosok dalam genangan air. Dan, tanpa perlu dikomando, percikan airnya langsung beterbangan ke mana-mana. Termasuk ke pengendara tetangga.
Melalui kaca spion sebelah kiri dari jarak sekitar sepuluh meter, saya melihat ada bahasa tubuh si pengendara-korban keegoisan saya tersebut menunjukkan rasa kesalnya. Sejenak, saya berinisiatif untuk menunggunya karena kebetulan saya sudah berada di depan. Seraya membuka kaca helm dan menampakkan wajah tersenyum, saya meminta maaf atas kecerobohan yang saya lakukan.
Usai itu, tak peduli ia masih marah atau tidak, setidaknya setelah mengucapkan kata maaf, aura kekesalan yang tadi mulai merajainya, seakan lenyap begitu saja. Sorot matanya tampak normal kembali. Sungguh menakjubkan, satu kata “ajaib” tersebut bisa mengalihkan dunia.
Sebenarnya, meminta maaf ketika melakukan kesalahan adalah hal biasa. Baru dikatakan luar biasa, jika ada orang yang disakiti meminta maaf. Jarang terjadi memang, bisa dibilang mustahil adanya. Tapi ini nyata. Seperti yang saya alami pada suatu sore di Bulan Ramadan tahun 2008 silam.
Saat itu, salah satu sahabat saya ditabrak dari belakang oleh pengendara lain yang melaju dengan kecepatan tinggi. Kejadiannya tak jauh dari sepeda motor yang saya kenderai, jadi tampak jelas siapa yang salah karena lampu pertanda akan berbelok ke kanan juga sudah dinyalakan oleh sahabat saya itu. Dan, apa yang terjadi?. Mereka tersungkur di atas aspal. Luka-luka pun tampak menganga disekujur tubuh mereka.
Lucunya bukannya minta maaf, malah si penabrak mulai emosi. Bahkan ia sempat mengaku tinggal di kawasan  Asrama TNI. Mendengar itu, saya dan kawan yang berdiri dibelakang  mulai terpancing emosi juga. Adu mulut pun tak dapat dihindari.
Anehnya, saat perkelahian hampir terjadi, sahabat saya tersebut langsung bangun walau dengan kaki masih terpincang-pincang. Ia menjabat tangan lelaki yang saya taksir beda tipis usia dengan kami tersebut. Paling  tua setahun atau dua tahun.
“Maaf, Bang. Ini salah saya”. Mendengar itu, suasana pun mencair. “Sebelum polisi datang, kita tinggalkan terus tempat ini”, lanjut sahabat saya itu. Selanjutnya kami berangkat menuju Rumah Sakit

Keputusan bijak yang diambil sahabat ini benar-benar membuat saya salut. Andai ia tak mengalah, mungkin akan berujung pada perkelahian atau berurusan dengan polisi. Terimakasih sahabat yang telah mengalah untuk menang.
sumber: kompasiana.com

bagi para pengunjung yang berbaik hati kepada kelangsungan blog ini,,,ingat, membantu blog ini tidak merugikan anda,,, harap klik salah satu iklan dibawah

Share this