seorang pecinta Alam sedang bermain di Pucok Krueng Khairul Umami
Lhoknga (Aceh Besar) – Perjalanan menuju hulu Sungai Pucok Krueng dari pelabuhan nelayan di Lhoknga, Aceh Besar, bagaikan naik perahu menyusuri “Delta Mekong” di berbagai film tentang perang Vietnam.
Tujuan kami ketika itu adalah menyaksikan salah satu basis perbukitan yang dijadikan markas gerilya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di mana di bawahnya terdapat sumber pengadaan air bersih yang layak minum. Wilayah tersebut kini dijadikan proyek percontohan Wisata Gerilya Nanggroe yang dikelola oleh Aceh Explorer pimpinan pria berkebangsaan Belanda, Mendel Pools atau sebagai mualaf akrab dipanggil dengan nama Nurdin.
Menjawab pertanyaan SH, Nurdin mengakui bisnis turismenya ini terinspirasi model perjalanan wisata gerilya di Vietnam dan El Salvador. “Rute-rute persembunyian para gerilyawan di masa lalu, kini jadi jalur wisata para turis yang ingin tahu lokasi kehidupan bergerilya di hutan, sungai, bukit, dan gua-gua, serta bagaimana mereka bertahan hidup dari sumber air alam dan tumbuhan-tumbuhan liar,” paparnya pekan lalu.
“Dulu, kalau Anda bukan pengikut GAM, bila masuk ke sini harus bersenjata,” kenang lelaki bule beristri perempuan Aceh itu. Nurdin dengan puluhan anak buah yang sekitar 30 orang di antaranya adalah mantan anggota GAM, resmi menjalankan bisnis ini sejak Maret 2007. “Saya memang terlebih dulu mendekati para gerilyawan GAM untuk menjalankan pariwisata gerilya, karena mereka yang paling tahu jalan-jalan tikus menuju wilayah pusat perlawanan mereka,” jelasnya.
Ia melanjutkan, “Saya sebenarnya lebih suka ini disebut semacam ekowisata, tetapi Pak Irwandi Yusuf (Gubernur Aceh) yang memilihkan nama wisata gerilya, meski berakibat dikritik dan tidak mau didanai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan alasan politik sensitif,” tambahnya. Irwandi Yusuf menyetujui program wisata “bukan pantai” ini karena dinilai selaras dengan tujuan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi para mantan gerilyawan GAM yang bisa ditugaskan selaku pemandu jalan, sebagai pembimbing simulasi perang gerilya, serta dalam permainan perang-perangan hingga pelatihan outbound.
Petualangan
Kegiatan ini berunsur petualangan, memusatkan wisata gerilya di Pucok Krueng, Aceh Besar, karena lokasinya dinilai paling strategis di dekat Laut Malaka dan memenuhi unsur petualangan menyusuri sungai di tengah rerimbunan sisa hutan alam yang masih ditinggali monyet-monyet liar dan biawak. Bahkan, di hutan perbukitannya, masih menetap beberapa beruang madu, elang, dan burung walet.
Di bukit batu yang terjal itu juga didapati tujuh makam ulama korban pertempuran melawan Belanda, dan dulu dijadikan sebagai tempat singgah dan berziarah bagi pasukan GAM yang diyakini selalu melindungi mereka dalam pemberontakannya. Di wilayah perbukitan Pucok Krueng juga ditemui Gua Harimau, yang konon menjadi arah pelarian para gerilyawan ketika diburu pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Nurdin juga menunjukkan sisa-sisa jejak pasukan TNI yang memburu GAM di wilayah itu, melalui bekas kaleng makanan dan botol minuman serta sepatu khas TNI, berikut bekas area perkemahan yang pernah dibangun prajurit TNI di kawasan itu. Bisa dimengerti, kalau kawasan basis GAM di Pucok Krueng termasuk menjadi sasaran pengintaian dan penyergapan pasukan TNI di masa lalu, karena di situ terdapat lokasi sumber air minum yang bermakna sangat vital.
Wilayah bekas pusat basis GAM di Sigli, Meulaboh, Aceh Barat, juga akan diperkenalkan sebagai daerah Wisata Gerilya Nanggroe lainnya. (JOHN JOSEPH SINJAL)
bagi para pengunjung yang berbaik hati kepada kelangsungan blog ini,,,ingat, membantu blog ini tidak merugikan anda,,, harap klik salah satu iklan dibawah
Lhoknga (Aceh Besar) – Perjalanan menuju hulu Sungai Pucok Krueng dari pelabuhan nelayan di Lhoknga, Aceh Besar, bagaikan naik perahu menyusuri “Delta Mekong” di berbagai film tentang perang Vietnam.
Tujuan kami ketika itu adalah menyaksikan salah satu basis perbukitan yang dijadikan markas gerilya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di mana di bawahnya terdapat sumber pengadaan air bersih yang layak minum. Wilayah tersebut kini dijadikan proyek percontohan Wisata Gerilya Nanggroe yang dikelola oleh Aceh Explorer pimpinan pria berkebangsaan Belanda, Mendel Pools atau sebagai mualaf akrab dipanggil dengan nama Nurdin.
Menjawab pertanyaan SH, Nurdin mengakui bisnis turismenya ini terinspirasi model perjalanan wisata gerilya di Vietnam dan El Salvador. “Rute-rute persembunyian para gerilyawan di masa lalu, kini jadi jalur wisata para turis yang ingin tahu lokasi kehidupan bergerilya di hutan, sungai, bukit, dan gua-gua, serta bagaimana mereka bertahan hidup dari sumber air alam dan tumbuhan-tumbuhan liar,” paparnya pekan lalu.
“Dulu, kalau Anda bukan pengikut GAM, bila masuk ke sini harus bersenjata,” kenang lelaki bule beristri perempuan Aceh itu. Nurdin dengan puluhan anak buah yang sekitar 30 orang di antaranya adalah mantan anggota GAM, resmi menjalankan bisnis ini sejak Maret 2007. “Saya memang terlebih dulu mendekati para gerilyawan GAM untuk menjalankan pariwisata gerilya, karena mereka yang paling tahu jalan-jalan tikus menuju wilayah pusat perlawanan mereka,” jelasnya.
Ia melanjutkan, “Saya sebenarnya lebih suka ini disebut semacam ekowisata, tetapi Pak Irwandi Yusuf (Gubernur Aceh) yang memilihkan nama wisata gerilya, meski berakibat dikritik dan tidak mau didanai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan alasan politik sensitif,” tambahnya. Irwandi Yusuf menyetujui program wisata “bukan pantai” ini karena dinilai selaras dengan tujuan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi para mantan gerilyawan GAM yang bisa ditugaskan selaku pemandu jalan, sebagai pembimbing simulasi perang gerilya, serta dalam permainan perang-perangan hingga pelatihan outbound.
Petualangan
Kegiatan ini berunsur petualangan, memusatkan wisata gerilya di Pucok Krueng, Aceh Besar, karena lokasinya dinilai paling strategis di dekat Laut Malaka dan memenuhi unsur petualangan menyusuri sungai di tengah rerimbunan sisa hutan alam yang masih ditinggali monyet-monyet liar dan biawak. Bahkan, di hutan perbukitannya, masih menetap beberapa beruang madu, elang, dan burung walet.
Di bukit batu yang terjal itu juga didapati tujuh makam ulama korban pertempuran melawan Belanda, dan dulu dijadikan sebagai tempat singgah dan berziarah bagi pasukan GAM yang diyakini selalu melindungi mereka dalam pemberontakannya. Di wilayah perbukitan Pucok Krueng juga ditemui Gua Harimau, yang konon menjadi arah pelarian para gerilyawan ketika diburu pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Nurdin juga menunjukkan sisa-sisa jejak pasukan TNI yang memburu GAM di wilayah itu, melalui bekas kaleng makanan dan botol minuman serta sepatu khas TNI, berikut bekas area perkemahan yang pernah dibangun prajurit TNI di kawasan itu. Bisa dimengerti, kalau kawasan basis GAM di Pucok Krueng termasuk menjadi sasaran pengintaian dan penyergapan pasukan TNI di masa lalu, karena di situ terdapat lokasi sumber air minum yang bermakna sangat vital.
Wilayah bekas pusat basis GAM di Sigli, Meulaboh, Aceh Barat, juga akan diperkenalkan sebagai daerah Wisata Gerilya Nanggroe lainnya. (JOHN JOSEPH SINJAL)
bagi para pengunjung yang berbaik hati kepada kelangsungan blog ini,,,ingat, membantu blog ini tidak merugikan anda,,, harap klik salah satu iklan dibawah