Hari
ini 181 tahun lalu, tepatnya 7 Februari 1831, sebuah kapal milik
Amerika Serikat berlabuh di Kuala Batee, Aceh Barat Daya (sebelum
pemekaran masuk wilayah Aceh Selatan). Kapal bernama Friendship itu
dinakhodai Charles Moore Endicot. Kapal ini datang ke Kuala Batee untuk
membeli lada di Kuala Batee yang ketika itu menjadi salah satu pusat
perdagangan lada Aceh.
Tiba di daratan, kapal itu dibajak sekelompok penduduk Kuala Batee.
Tiga awak kapal terbunuh. Kerugian diperkirakan sebesar US$ 50 ribu.
Beruntung, kapal itu diselamatkan oleh kapal Amerika lain yang sedang
melintas di perairan Kuala.
Peristiwa itu tertuang dalam buku karya M.Nur El Ibrahimy berjudul Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh.
Ibrahimy menulis, setiap tahun diangkut sekitar 3 ribu ton lada dari
Aceh untuk dijual ke benua lain, dari Amerika hingga Eropa.
Pembajakan itu menimbulkan tanda tanya besar bagi Amerika. Sebab,
itulah kali pertama kapal Amerika dibajak. Menurut Ibrahimy, peristiwa
itu dipicu kemarahan orang Aceh karena merasa selalu ditipu Amerika
dalam perdagangan lada. Pernah kejadian, ketika dibeli berat ladanya
3.986 pikul, tapi ketika dijual kembali oleh Amerika beratnya menjadi
4.583 pikul.
Rupanya, pedagang Amerika berlaku curang dengan memalsukan takaran
timbangan. Caranya? "Melalui sebuah sekrup yang dapat dibuka di dasar
timbangan yang berbohot 56 lbs., diisi 10 atau 15 pon timah sehingga
dalam satu pikul lada orang Aceh dikecoh sebanyak 30 kati,” tulis
Ibrahimy.
Itu hanya satu faktor. Penyebab lain, Belanda berhasil memprovokasi
orang Aceh untuk menyerang kapal-kapal Amerika. Tujuannya, Belanda ingin
merusak nama baik Kerajaan Aceh sehingga terkesan tidak mampu
melindungi kapal asing yang berlabuh di Aceh.
Tentu saja Kerajaan Aceh sibuk memberi klarifikasi. Belakangan,
diketahui Belanda yang membayar dan mempersenjatai kapal Aceh yang
dikhodai Lahuda Langkap untuk menyerang kapal Amerika dengan menggunakan
bendera Kerajaan Aceh.
Lepas dari pembajakan, Kapal Friendship itu kembali ke Amerika. Dan,
kabar pembajakan pun tersiar dan membuat geram sejumlah pejabat Amerika.
Apalagi, salah satu pemilik kapal itu adalah Senator Nathanian Silsbee.
Silsbee pun menyurati Presiden Jackson dan meminta Amerika menuntut
ganti rugi atas kerugian yang dialami, dan mengirim kapal perang ke
perairan Aceh. Surat serupa juga dikirim Robert Stones, pemilik kapal
yang lain, mendesak Menteri Angkatan Laut, Levy Woodbury agar mengirim
kapal perang ke Aceh.
Singkat cerita, Presiden Jackson setuju. Maka, dikirimlah kapal perang
Potomac ke Aceh. Ini adalah kapal perang terbaik yang dimiliki Amerika
saat itu. Berangkat dari New York, kapal ini tiba di Aceh pada 29
Agustus dengan membawa 260 marinir.
Perang
pecah menjelang matahari terbit pada 6 Februari 1832. Warga Kuala Batee
yang sudah mencium kedatangan kapal Amerika itu bersiap-siap di pantai
Kuala Batee. Amerika menyerbu benteng-benteng perlawanan. Sayangnya,
Ibrahimy tak menyebut berapa orang Aceh yang terbunuh. Namun, katanya,
penyerangan itu juga menyasar anak-anak dan wanita. Di pihak Amerka, dua
tewas dan sembilan luka-luka.
Sebelum meninggalkan Kuala Batee, Kapal Potomac menembakkan pelabuhan
dengan meriam. Pelabuhan yang disebut Amerika dengan Kuallah Battoo itu
pun tinggal puing-puing.
Tak semua orang Amerika setuju dengan penyerangan itu. Media bisnis di
Amerika, Nile's Weekly Register mengecam habis penyerangan itu. Namun,
oleh Presiden Jackson, peristiwa itu berusaha ditutupi. "Peristiwa
pembakaran Kuala Batee oleh marinir Amerika telah dipeti-eskan," tulis M
Nur El Ibrahimy.
Penyerangan Kuala Batee pun hilang bersama waktu.[]